tag:blogger.com,1999:blog-51700120782865249782024-03-08T16:16:35.674-08:00Kerajaan Atjeh DarussalamHilmy Bakarhttp://www.blogger.com/profile/10553574228151517432noreply@blogger.comBlogger1125tag:blogger.com,1999:blog-5170012078286524978.post-56348606034587197152009-01-06T06:21:00.000-08:002009-01-06T07:16:24.757-08:00Kerajaan Atjeh Pertama : Kerajaan Islam Jeumpa<div> <style type="text/css"> <!-- @page { size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0in; line-height: 150%; text-align: justify } P.western { font-family: "Book Antiqua", serif; font-size: 11pt } P.cjk { font-size: 11pt } P.sdendnote { margin-left: 0.2in; text-indent: -0.2in; font-size: 10pt; line-height: 100%; text-align: left } P.sdfootnote { line-height: 100%; text-align: left } A:link { color: #002bb8; text-decoration: none } A.sdendnoteanc { font-size: 57% } --> </style> </div><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;"></span><br /></div><div> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: center; font-family: arial;" lang="sv-SE"> <span style=";font-size:130%;" ><b>Kerajaan Jeumpa Aceh:</b></span></p><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: center;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:130%;"><b><span style="font-family: arial;font-size:130%;" >Kerajaan Islam Pertama Di Nusantara</span><br /></b></span></span></p><div> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: center;"><span style=";font-family:Liberation Serif,serif;font-size:130%;" >Hilmy Bakar<br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>Latar Belakang</b></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b> </b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote1anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote1sym"><sup>i</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad awal Hijriyah, atau pada abad VII dan VIII Masehi. Meski tidak terdapat catatan-catatan sejarah, cukup pantas mengasumsikan bahwa mereka terlibat dalam penyebaran Islam di Indonesia. Asumsi ini lebih mungkin bila mempertimbangkan fakta-fakta yang disebutkan sumber Cina bahwa pada akhir perempatan ketiga abad VII M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab di pesisir Sumatera. Sebagian mereka bahkan melakukan perkawinan dengan masyarakat lokal yang kemudian membentuk komunitas muslim Arab dan lokal. Anggota komunitas itu juga melakukan kegiatan penyebaran Islam. Argumen Arnold di atas berdasarkan kitab </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>`Ajaib al-Hind,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang mengisaratkan adanya eksistensi komunitas muslim di Kerajaan Sriwijaya pada Abad X. Crawfurd juga menyatakan bahwa Islam Indonesia dibawa langsung dari Arabia, meski interaksi penduduk Nusantara dengan muslim di timur India juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Sementara Keizjer memandang Islam dari Mesir berdasarkan kesamaan mazhab kedua wilayah pada saat itu, yakni Syafi’i. Sedangkan Nieman dan De Hollander memandang Islam datang dari Hadramaut, Yaman, bukan Mesir. Sementara cendekiawan senior Nusantara, SMN. Al-Attas menolak temuan epigrafis yang menyamakan batu nisan di Indonesia dengan Gujarat sebagai titik tolak penyebaran Islam di Indonesia. Batu-batu nisan itu diimpor dari Gujarat hanya semata-mata pertimbangan jarak yang lebih dekat dibanding dengan Arabia. Al-Attas menyebutkan bahwa bukti paling penting yang perlu dikaji dalam membahas kedatangan Islam di Indonesia adalah karakteristik Islam di Nusantara yang ia sebut dengan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>“teori umum tentang Islamisasi Nusantara”</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang didasarkan kepada literatur Nusantara dan pandangan dunia Melayu.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote2anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote2sym"><sup>ii</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Menurut Al-Attas, sebelum abad XVII seluruh literatur Islam yang relevan tidak mencatat satupun penulis dari India. Pengarang-pengarang yang dianggap oleh Barat sebagai India ternyata berasal dari Arab atau Persia, bahkan apa yang disebut berasal dari Persia ternyata berasal dari Arab, baik dari aspek etnis maupun budaya. Nama-nama dan gelar pembawa Islam pertama ke Nusantara menunjukkan bahwa mereka orang Arab atau Arab-Persia. Diakui, bahwa setengah mereka datang melalui India, tetapi setengahnya langsung datang dari Arab, Persia, Cina, Asia Kecil, dan Magrib (Maroko). Meski demikian, yang penting bahwa faham keagamaan mereka adalah faham yang berkembang di Timur Tengah kala itu, bukan India. Sebagai contoh adalah corak huruf, nama gelaran, hari-hari mingguan, cara pelafalan Al-Quran yang keseluruhannya menyatakan ciri tegas Arab.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote3anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote3sym"><sup>iii</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Argumen ini didukung sejarawan Azyumardi Azra dengan mengemukakan historiografi lokal meski bercampur mitos dan legenda, seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, dan lain-lain yang menjelaskan interaksi langsung antara Nusantara dengan Arabia.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote4anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote4sym"><sup>iv</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Hamka dalam pidatonya di acara Dies Natalis Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) ke-8 di Yogyakarta pada tahun 1958, melakukan koreksi terhadap Teori Gujarat. Teorinya disebut “Teori Mekah” yang menegaskan bahwa Islam berasal langsung dari Arab, khususnya Mekah. Teori ini ditegaskannya kembali pada Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20 Maret 1963. Hamka menolak pandangan yang menyatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 dan berasal dari Gujarat. Hamka lebih mendasarkan teorinya pada peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia. Gujarat hanyalah merupakan tempat singgah, dan Mekah adalah pusat Islam, sedang Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran. Hamka menekankan pengamatannya kepada masalah mazhab Syafi’i yang istimewa di Mekah dan mempunyai pengaruh besar di Indonesia. Sayangnya, hal ini kurang mendapat perhatian dari para ahli Barat. Meski sama dengan Schrike yang mendasarkan pada laporan kunjungan Ibnu Bathuthah ke Sumatera, Hamka lebih tajam lagi terhadap masalah mazhab yang dimuat dalam laporan Ibnu Batutah. Selain itu Hamka, juga menolak anggapan Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII. Islam sudah masuk ke Nusantara jauh sebelumnya, yakni sekitar Abad VII.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote5anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote5sym"><sup>v</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Pandangan Hamka sejalan dengan Arnold, Van Leur, dan Al-Attas yang menekankan pentingya peranan Arab, meski teori Gujarat tidak mutlak menolak peranan Arab dalam penyebaran Islam di Nusantara. Arnold sendiri telah mencatat bahwa bangsa Arab sejak abad kedua sebelum Masehi telah menguasai perdagangan di Ceylon (Srilangka). Memang tidak dijelaskan lebih lanjut tentang sampainya ke Indonesia. Tetapi, bila dihubungkan dengan kepustakaan Arab kuno yang menyebutkan Al-Hind (India) dan pulau-pulau sebelah timurnya, kemungkinan Indonesia termasuk wilayah dagang orang Arab kala itu. Berangkat dari keterangan Arnold, tidaklah mengherankan bila pada abad VII, telah terbentuk perkampungan Arab di sebelah barat Sumatera yang disebut pelancong Cina, seperti disebutkan Arnold dan Van Leur.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote6anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote6sym"><sup>vi</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Berdasarkan Teori Mekkah inilah kemudian, para ahli sejarah Islam menyimpulkan bahwa Kerajaan Islam pertama di Nusantara adalah Kerajaan Perlak. Di antaranya adalah sebagaimana dikemukakan pakar sejarah peradaban Islam asal Aceh, Prof. A. Hasymi. Berdasarkan naskah </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Idhar al-haqq fi Mamlakat Ferlah wal Fasi,</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> karangan Abu Ishak Al-Makarani Al-Fasi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Tazkirat Tabaqat Jumu Sultanul Salatin</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> karya Syaikh Syamsul Bahri Abdullah Al-Asyi, dan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, A. Hasymi menyatakan bahwa </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Kerajaan Perlak, Aceh </b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara yang didirikan pada tanggal 1 Muharam 225 H (840 M) dengan raja pertamanya Sultan Alaudin Sayyid Maulana Abdil Aziz Syah. Teori ini kemudian banyak didukung oleh cendekiawan Nusantara dan dimasukkan dalam buku teks pengajaran Perguruan Tinggi.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote7anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote7sym"><sup>vii</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>Identifikasi Masalah</b></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> Teori yang dikemukakan A. Hasymi dan para pendukungnya sampai saat ini tentang Kerajaan Perlak sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara hanya didasarkan pada sumber-sumber literatur yang sangat terbatas. Terutama sumber-sumber yang ditulis oleh para pakar sejarah Islam tanpa melibatkan pakar-pakar lintas pengetahuan yang telah mengadakan penelitian masalah tersebut atau yang berhubungan dengannya dengan berbagai pendekatan, baik secara geografis, antropologis, sosiologis, etimologis, dan bidang-bidang keilmuan lainnya yang telah berkembang dengan pesatnya saat ini.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> Sebagai sebuah teori yang dikemukakan pada zamannya, maka pendapat A.Hasymi dengan para pendukungnya tidak dapat disalahkan, mengingat sangat terbatasnya referensi pada zaman beliau. Demikian juga akibat menurun drastisnya minat intelektualisme terhadap kajian-kajian tentang Islam di Aceh menyusul keadaan konflik yang berkepanjangan. Bahkan tidak sedikit para cendekiawan Muslim yang tengah mengadakan penelitian tentang keislaman di sekitar Aceh dicurigai oleh aparat keamanan dengan berbagai alasan yang dicari-cari, seperti apa yang diceritakan Prof. Hasbi yang hanya mengadakan penelitian tentang dayah, harus berhadapan dengan aparat. Apalagi sejak Aceh bergolak, para peneliti asing sangat dibatasi kegiatannya di Aceh yang telah mengakibatkan mundurnya penelitian ilmiyah dalam segala bidang, termasuk tentang sejarah Islam di Aceh.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> Bersamaan dengan perkembangan zaman, terutama kemajuan teknologi, teori-teori tentang sejarah akan terus berkembang, sebagaimana teori-teori pengetahuan lainnya dengan ditemukannya teori-teori baru yang didukung oleh argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Sebagaimana halnya teori-teori tentang masuknya Islam ke Nusantara terdahulu yang terus menerus dikoreksi dari Teori Gujarat dikoreksi Teori Persia dan terakhir dikoreksi dengan Teori Mekah atau Arab. Maka dengan ditemukannya data-data terbaru yang lebih akurat, berdasarkan kajian dari berbagai sumber bidang ilmu pengetahuan, maka teori tentang Kerajaan Islam pertama di Nusantara perlu dipertanyakan lagi keabsahannya. Apakah memang Kerajaan Perlak yang didikan oleh Maulana Abdul Aziz pada tahun 804 adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>Tujuan Dan Metodologi</b></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keabsahan dari teori yang telah dikemukakan oleh A. Hasymi dan para pendukungnya yang menyatakan bahwa kerajaan Islam pertama di Nusantara adalah Kerajaan Perlak yang didirikan oleh Maulana Abdul Aziz pada tahun 840 Masehi yang terletak kini di sekitar kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam.</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> Dengan menggunakan metodologi deskriptif-analisis, yang menggabungkan beberapa penelitian dan analisis terkini, berdasarkan pengetahuan lintas bidang, seperti pengetahuan geografi, antropologi, sosiologi, etimologi dan lainnya diadakan sebuah sintesa baru yang diharapkan melahirkan sebuah teori baru dalam bidang sejarah perkembangan Islam di Nusantara. Dengan mengolah data-data dari sumber primer dan sekunder, melalui penelahaan beberapa referensi terkait yang ditindaklanjuti dengan survei lapangan, diharapkan dapat ditemukan sebuah kesimpulan awal yang akan dipertanggungjawabkan secara ilmiyah.</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"> </span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>Studi Terhadap Beberapa Teori Berkaitan Kerajaan Islam Pertama Di Nusantara</b></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b> </b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Sebagaimana lazimnya pengembangan pengetahuan ilmiyah, teori baru biasanya lahir berdasarkan teori-teori yang telah dikembangkan terlebih dahulu oleh para cendekiawan dengan dalil-dalil yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dalam membahas permasalahan yang sedang diteliti, akan dikemukakan beberapa teori yang sudah umum dikenal sebagai dasar dalam mengembangkan sebuah teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara. Diantaranya adalah :</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>1. Teori Hubungan Dagang Arab-Cina</b></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Taprobana.</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Nama </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Taprobana Insula</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> telah dipakai oleh Claudius Ptolemeus, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah ini dalam karyanya </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Geographike Hyphegesis</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri yang menjadi jalan ke Tiongkok, sebuah bandar niaga bernama </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Barousai</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b> (Barus)</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang dikenal menghasilkan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>wewangian dari kapur barus</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Disebutkan pula bahwa </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>kapur barus</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5000 tahun lalu. Naskah Yunani tahun 70, </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Periplous tes Erythras Thalasses</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">chryse nesos</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, atau ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Sumatera mencari emas, kemenyan (</span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Styrax sumatrana</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">) dan kapur barus (</span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Dryobalanops aromatica</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Para pedagang Nusantara sudah menjajakan komoditas mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, tercantum pada naskah </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Historia Naturalis</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> karya Plini abad pertama Masehi. Dalam kitab Yahudi, </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Melakim </span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Raja Solomon, raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang berada dibawah kekuasaannya. Emas didapatkan dari negeri </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Ophir</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Al-Qur’an, </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Surat Al-Anbiya’ </span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (</span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">al-ardha l-lati barak-Na fiha</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">). Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah ? Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera. Kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemeus pun menulis </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Geographike Hyphegesis</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan asumsi bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya King Solomon.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote8anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote8sym"><sup>viii</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Sementara perdagangan antara negara-negara Timur dengan Timur Tengah dan Eropa berlangsung lewat dua jalur: jalur darat dan jalur laut. Jalur darat, yang juga disebut ”jalur sutra” (</span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>silk road)</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">, dimulai dari Cina Utara lewat Asia Tengah dan Turkistan terus ke Laut Tengah. Jalur perdagangan ini, yang menghubungkan Cina dan India dengan Eropa, merupakan jalur tertua yang sudah di kenal sejak 500 tahun sebelum Masehi. Sedangkan jalan laut dimulai dari Cina (Semenanjung Shantung) dan Indonesia, melalui Selat Malaka ke India; dari sini ke Laut Tengah dan Eropa, ada yang melalui Teluk Persia dan Suriah, dan ada juga yang melalui Laut Merah dan Mesir. Diduga perdagangan lewat laut antara Laut Merah, Cina dan Indonesia sudah berjalan sejak abad pertama sesudah Masehi.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote9anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote9sym"><sup>ix</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="sdfootnote"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Akan tetapi, karena sering terjadi gangguan keamanan pada jalur perdagangan darat di Asia Tengah, maka sejak tahun 500 Masehi perdagangan Timur-Barat melalui laut (Selat Malaka) menjadi semakin ramai. Lewat jalan ini kapal-kapal Arab, Persia dan India telah mondar mandir dari Barat ke Timur dan terus ke Negeri Cina dengan menggunakan angin musim, untuk pelayaran pulang pergi. Juga kapal-kapal Sumatra telah mengambil bagian dalam perdagangan tersebut. Pada zaman Sriwijaya, pedagang-pedagangnya telah mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai timur Afrika. Ramainya lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, maka telah menumbuhkan kota-kota pelabuhan yang terletak di bagian ujung utara Pulau Sumatra. Perkembangan perdagangan yang semakin banyak di antara Arab, Cina dan Eropa melalui jalur laut telah menjadikan kota pelabuhan semakin ramai, termasuk di wilayah Aceh yang diketahui telah memiliki beberapa kota pelabuhan yang umumnya terdapat di beberapa delta sungai. Kota-kota pelabuhan ini dijadikan sebagai kota transit atau kota perdagangan.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote10anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote10sym"><sup>x</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;">Peter Bellwood dalam</span><sup><span style="font-size:85%;"> </span></sup><span style="font-size:85%;"><i> </i></span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Reader in Archaeology</i></span><span style="font-size:85%;"> Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara. </span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Dia menulis </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>“Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara.</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Dinasti Zhou (sebelum 221 SM)</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, berada dalam koleksi pribadi di London....”. Sifat perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa pesisir pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote11anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote11sym"><sup>xi</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G.R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts-lah orang yang dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>“Keadaan ini terjadi karena kepulauan Sumatra telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi,” </i></span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote12anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote12sym"><sup>xii</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab—</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya. Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>sekelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote13anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote13sym"><sup>xiii</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Chiu T’hang Shu</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-orang </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Ta Shih</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Tan mi mo ni’</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Amirul Mukminin</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’ menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Khalifah </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Utsman bin Affan. </b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Para pengembara Arab ini tak hanya berlayar sampai di Cina saja, tapi juga terus menjelajah sampai di Timur Jauh. Jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah mampu melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote14anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote14sym"><sup>xiv</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Setelah abad ke-7 M, Islam sudah berkembang pesat, misalnya menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara (Kerajaan Islam Perlak). </span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote15anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote15sym"><sup>xv</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>2. Teori Barus-Fansur Aceh</b></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Barus-Fansur adalah tempat yang dikaitkan dengan penghasil kayu kamper sebagai penghasil kapur (kamfer atau al-kafur dalam bahasa Arab) terdapat dalam banyak sumber asli Arab, Persia, dan China dalam berbagai buku perjalanan, botani, kedokteran, dan pengobatan. </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Kapur</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, yang dalam bahasa Latin disebut </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>camphora</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, merupakan bagian dalam (inti) kayu kamfer yang padat berisi minyak yang harum. </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Masyarakat pra-Islam telah mengenal kafur yang masyhur itu, hal ini dibuktikan dengan penemuan penggunaan kata kafur yang disebut berkali-kali dalam syair-syair Arab sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote16anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote16sym"><sup>xvi</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Dalam karya dua orang sejarawan, Ibn al-Atir (wafat tahun 1233 M), dan Ibn al-Baladuri (wafat tahun 1473) tercatat bahwa pada tahun 16 H/637 M, sewaktu perebutan ibu kota Dinasti Sassanid, yaitu Ctesiphon, orang-orang Arab menemukan kamper/kafur yang dikira garam di antara rempah-rempah dan wangi-wangian.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote17anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote17sym"><sup>xvii</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Ibn Gulgul, abad ke-10 M, seorang ahli biobibliografi dan ilmu kedokteran dari Andalusia, mencata kafur atau kamfer dalam 63 bahan obat-obatan baru yang belum dikenal sebelumnya sebagai obat, kecuali hanya pewangian dan alat-alat ritual semata di agama-agama paganisme. Ibn Sarabiyun pada abad ke-10 juga mulai memperkenalkan zat yang sangat ampuh ini. Ibn al-Baytar yang mengutip Ishaq ibn Imran yang hidup awal abad ke-9 M juga melakukan hal yang sama. Ketiganya melalui serangkaian eksperimen yang dilakukan berhasil menjelaskan berbagai fungsi dan kegunaan kafur dengan berbagai campuran untuk khasiat yang berbeda-beda. Fungsinya dalam berbagai bentuk olahan diantaranya adalah, sebagai balsem, penghobatan kandung empedu, radang hati, demam tinggi, berbagai penyakit mata, sakit kepala akibat liver, memperkuat organ dan indra, mengontrol syaraf, pembiusan alami, pendarahan, menguatkan gigi, dan lain-lain.</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;">Al-Kindi, salah seorang intelektual Arab, menyebutkan kapur barus sebagai salah satu unsur penting untuk membuat wangi-wangian. </span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Sekitar abad ke-8, kapur barus merupakan salah satu dari lima rempah dasar dalam ilmu kedokteran Arab dan Persia. Empat unsur yang lain adalah kesturi, ambar abu-abu, kayu gaharu, dan safran. Pada zaman Abbasiyah, hanya orang kaya dan para pemimpin saja yang menggunakan pewangi dari air kapur barus untuk cuci tangan selepas perjamuan makan.</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Ibnu Sina atau yang dalam literatur Eropa dikenal sebagai Aveceena, dalam bukunya yang terkenal tentang ensiklopedia pengobatan dan obat-obatan, </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>al-Qanun Fi al-Tib</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, mencatat manfaat kamfer sebagai obat penenang dan mendinginkan suhu badan yang tinggi. Kamfer juga dipakai sebelum dan sesudah pembedahan, sebagai obat liver, obat diare, sakit kepala, mimisan, dan sariawan. </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Aviceena menulis: "Jika kafur dipakai sedikit, maka obat ini dapat membantu menenangkan, karena bahan ini dingin. Kadang kala obat ini menurunkan suhu badan yang tinggi akibat badan kurang sehat karena lemah. Efek yang menguatkan dan menenangkan ini disertai efek harumnya. Efek pendinginannya dikurangi dengan kasturi dan ambar, dan kekeringannya dikurangi dengan minyak wangi dan pelunaknya, misalnya minyak cengkeh dan minyak bunga berwarna ungu lembayung. Kafur merupakan penangkal racun, khususnya racun panas. Berkat kafur pikiran menjadi lebih tajam dan terang; oleh karena itu kafur menguatkan dan menyenangkan. Efeknya serupa ambar kuning, tetapi lebih kuat dan lebih bermanfaat."</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote18anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote18sym"><sup>xviii</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Selain bangsa Arab, bangsa Persia juga berdatangan untuk meneliti kegunaan kafur dari Fansur ini. Buku tertua mengenai ilmu kedokteran yang ditulis dalam bahasa Persia adalah buku Muwaffak al-Din Abu Mansur Ali al-Harawi (abad ke-10 M), yang berjudul Kitab al-Abniya 'an haqa'iq al-Adwiya [Buku mengenai dasar dan kebenaran obat-obatan asli]. Dalam bukunya yang berjudul Hidayat al-muta'alimin fi al-tibb (Panduan untuk mahasiswa ilmu kedokteran), al-Bukhori (abad ke-10) seorang mahasiswa Harawi dan dokter terkenal al-Razi (abad ke-9 dan 10 M) berhasil mengembangkan kafur dalam berbagai bentuk resep, sebanyak 31 resep. Salah satunya adalah dalam penanggulanagn penularan penyakit pes.</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Orang-orang Yunani telah terlibat secara intens dalam pengembangan ilmu kedokteran. Salah satu buku yang berhasil ditemukan seperti catatan Actius dari Amide dari abad ke-6 dan ke-7 M, menyebutkan kafur dalam karyanya Libri Medicinales.</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Salah satu surat pertama dari riga surat karya al-Kind yang berjudul al-rasail al-hikmiyya fi asrul al-ruhaniyya [Risalah-risalah Hukum tentang Rahasia-Rahasia Batin], dikatakan bahwa kafur milik Devi Venus dan digunakan dalam pengasapan yang dipersembahkan kepadanya. "Allah Yang Maha Kuasa telah menciptakan Venus dari cahaya dan kecerahan; Venus memberi kebaikan dalam semua posisinya … di antaranya batu maha yang dimilikinya; dalam badan manusia, perut dan usus yang dimilikinya; dalam abjad tiga huruf yang dimilikinya ('ain, ha dan kaf); di antara bahan murni untuk pengasapan yang dimilikinya terdapat: ambar abu-abu, qust, tanaman fagara, </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>kafur</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, bunga mawar kering, laudanum."</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote19anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote19sym"><sup>xix</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">D</span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">ijelaskan di Alf Layla wa layla (Seribu Satu Malam) oleh Sindbad, sang petualang yang terkenal: "Sesudah bangun keesokan harinya, kami pergi melewati gunung-gunung tinggi ke Pulau Riha yang kaya dengan </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>pohon kafur</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Setiap pohon dapat membayangi lebih dari 100 orang. Puncak pohonnya ditoreh dan air yang mengalir darinya dapat mengisi beberapa wadah. Kafur mulai menetes dan tetesannya mirip lem. Sesuadah itu kafur tidak meleleh lagi dan pohonnya menjadi kering." Riha adalah berarti kafur yang bermutu tinggi yang berarti al-Kafur al-Fansuri. Jadi Pulau Riha yang dimaksud adalah daerah Fansur.</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span lang="sv-SE">Kapur barus juga dipakai untuk memandikan jenazah sebelum dikuburkan. Variasi penggunaan kapur barus ini menyebabkan nilai jualnya sangat tinggi. Manfaat kapur barus ini kemudian menyebar ke Yunani dan Armenia karena pada periode tersebut ilmu kedokteran dari Arab dan Persia menjadi acuan dunia.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Di akhir abad ke-4 M, istilah "P'o-lu" yang berarti Barus mulai dikenal oleh Bangsa Cina. Istilah ini diketahui sebagai rujukan kepada seluruh wilayah utara Sumatera. Barulah pada akhir abad ke-9, seorang ahli geografi Arab, Ibn Khurdadhbih menyebutkan nama Ram(n)i: </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>"Di belakang Serendib terletak daerah Ram(n)I, dimana hewan badak dapat ditemukan… Pulau ini menghasilkan pohon bambu dan kayu Brazil, akar-akar yang dapat digunakan sebagai obat anti racun-racun mematikan…Di negeri ini juga tumbuh </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>pohon-pohon kapur yang tinggi</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>,"</i></span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><i><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote20anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote20sym"><sup>xx</sup></a></i></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Kira-kira pada abad yang sama, sebuah buku </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Akhbar al-Sin wa al-Hind</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> juga menyebutkan nama Ramni: </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>"Ramni (yang) terdapat didalamnya gajag-gajah dalam jumlah yang banyak berserta kayu Brazil dan bambu. Pulau itu dikelilingi oleh dua lautan..Harkand dan dan Salahit"</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Nama Ramni atau Ram(n)I, kemungkinan besar, dengan melihat peta dan posisi Sri Lanka atau Serendib, adalah Sumatera bagian utara dan lebih tepatnya lagi </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>timur laut Aceh.</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;">(The sea of Harkand was the Bay of Bengal. Salaht (or Salahit) is believed to be derived from the Malay word </span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><i><b>selat</b></i></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"> or Straits, i.e., what is now known as the Selat Melaka).</span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote21anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote21sym"><sup>xxi</sup></a></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;">Abu Zaid Hasan pada tahun 916 M, saat dia menjelaskan penguasa Maharaja Zabaj (Sriwijaya) menyebut juga Ranmi: </span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><i>"nama pulau tersebut adalah Rami (Ramni) yang luasnya delapan ratus parasangs</i></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"> (From the Persian farsakh, it was approximately 3 Y2 miles in extent) di daerah tersebut. </span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Di sana dapat ditemukan kayu Brazil, </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>kapur</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i> dan tumbuhan lainnya."</i></span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><i><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote22anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote22sym"><sup>xxii</sup></a></i></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Pada tahun 943, Masudi mencatat: “Kira-kira seribu parasangs (dari Serendib) masih terdapat sebuah pulau yang bernama Ramin (yakni Ramni) yang dihuni dan diperintah oleh raja-raja. Daerah tersebut penuh dengan tambang emas, dan </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>dekat dengan tanah Fansur, yang menjadi asal kapur fansur</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>,</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang hanya dapat ditemukan di Fansur dengan jumlah yang besar dalam tahun-tahun yang penuh dengan topan dan gempa bumi.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote23anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote23sym"><sup>xxiii</sup></a></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>'Ajaib al-Hind',</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang ditulis tahun 1000 M, menjelaskan banyak referensi mengenai Lambri. Muhammad ibn Babishad melaporkan: ”Di Pulau Lamuri terdapat zarafa yang tingginya tidak terkira. Dikatakan bahwa </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>pelaut-pelaut yang terdampar di Fansur, terpaksa harus pindah ke Lamuri.</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Mereka mengungsi di waktu malam karena takut dengan zarafa; karena mereka tidak muncul di siang hari… Di pulau ini juga terdapat semut-semut raksasa dalam jumlah besar, terutama di kawasan Lamuri ”.... "Lububilank, yang merupakan sebuah teluk, (Tibbetts identifies this with Lho' Belang Raya (Telok Balang), 5°32f N, 95°17' E. Ibid., p. 141) terdapat orang-orang yang memakan manusia. Orang-orang kanibal ini mempunyai ekor, dan menghuni tanah antara </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Fansur dan Lamuri."</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote24anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote24sym"><sup>xxiv</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;">Lambri dalam karya para ahli geografi Arab tidak dijelaskan lebih lanjut. Ramni juga disebutkan oleh Biruni pada tahun 1030. Nama tersebut juga ditulis dalam teks Dimashqi di tahun 1325 dalam buku Cowan,"Lamuri," hal. 421.</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Satu-satunya sumber India menyebutkan Lambri dalam transkrip Tanjore dari Bangsa Tamil dalam pemerintahan Rajendra Cola, dimana nama "Ilamuridesam yang sangat murka terlibat dalam perang" disebutkan bersama toponim lain sebagai daerah target-target penggempuran mereka pada tahun 1025.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote25anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote25sym"><sup>xxv</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Ahli geografi Cina Chou Ch'u-fei menulis, pada tahun 1178, nama Lan-li dimana kapal-kapal dari Canton atau Guangdong sering merapat sambil menunggu bulan purnama untuk memudahkan mereka berlayar menuju Lautan India tepatnya Sri Lanka dan India.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote26anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote26sym"><sup>xxvi</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Hampir lima puluh tahun kemudian, Chau Ju-kua menyebut Lan-wu-li, dan melaporkan bahwa; "Hasil-hasil produksi kerajaan Lan-wu-li adalah kayu sapan (Brazilwood (Caesalpinia sappan, Linn.), gading gajah dan rotan putih. Penduduknya menyukai perang dan sering menggunakan panah beracun. Dengan angin utara, pelaut dapat berlayar selama dua puluh hari ke Silan…."</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote27anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote27sym"><sup>xxvii</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Dia selanjutnya mendukung informasi yang diberikan oleh Chou Ch'u-fei:<br />”Ta-shi terletak di Timur Laut dari Ts'uan-chou dengan jarak yang sangat jauh, jadi kapal-kapal asing kesulitan untuk melakukan pelayaran langsung. Setelah kapal-kapal tersebut meninggalkan Ts'uan-chou mereka akan berlayar terlebih dahulu selama empat puluh hari ke Lan'li, dimana mereka akan menyempatkan diri untuk berdagang. Tahun berikutnya akan kembali ke laut, dengan dukungan angin mereka akan menghabiskan enam puluh hari untuk melanjutkan perjalanan.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote28anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote28sym"><sup>xxviii</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Marco Polo, sekembalinya dari Cina ke Eropa tahun 1292, menyebutkan, selain Perlak yang sudah memeluk Islam, nama Lambri bersama lima kerajaan kafir lainnya. Dia menulis bahwa; "Penduduknya penyembah berhala, dan menyebut dirinya hamba Kaan yang agung. Mereka memiliki </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>kapur</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> dalam jumlah yang besar dan sejumlah spesis lainnya. Mereka juga memiliki kayu brazil dalam jumlah yang besar…" Di tahun 1284 dan juga tahun 1286, Lambri dilaporkan mengirimkan upeti kepada Dinasti Yuan di China.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote29anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote29sym"><sup>xxix</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Seorang musafir Persia, Rashiduddin, pada tahun 1310 menulis bahwa para saudagar dari berbagai negara sering datang ke Lamori, dan pada tahun 1323, Friar Odoric dari Pordenone menjelaskan bahwa Lambri merupakan pusat perdagangan di mana para saudagar dari negara-negara yang sangat jauh, dan kapur, emas dan pohon gaharu juga tersedia. Di sini dia kehilangan pandangan terhadap bintang utara.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote30anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote30sym"><sup>xxx</sup></a></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Wang Ta-yuan pada tahun 1349, menulis tentang Nan-wu-li, yang katanya: ”Tempat ini merupakan pusat perdagangan yang sangat penting di Nan-wu-li. Pegunungan raksasa bak gelombang terdapat dibelakangnya, terletak di pinggiran laut Jih-yueh wang yang sangat diragukan di sana ada tanah. Penduduk setempat hidup di sepanjang bukit, setiap keluarga tinggal di rumah masing-masing. Masing-masing lelaki dan wanita menggulung rambut mereka dalam sanggul di atas namun membiarkan bagian atas tubuh mereka terbuka, dan bagian bawah dibungkus sarung. Buminya sangat tandus, panennya sangat jarang, dan iklimnya sangat panas. Sebagai kebiasaan, mereka tunduk kepada bajak laut seperti orang-orang di Niu-tan-his (Tumasek). Komoditas lokal adalah sarang burug, cangkang kura-kura, cangkang penyu dan kayu laka, yang sangat bermutu dalam hal aroma. Komoditas yang biasanya diperdagangkan di sini adalah emas, perak, aksesoris besi, bunga mawar, muslin merah, </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>kapur</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, porcelin dengan desain biru dan putih dan lain-lain.”</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote31anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote31sym"><sup>xxxi</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Pada tahun 1365, Kronik Jawa, Negarakrtagama, menggambarkan Lamuri sebagai negara yang tergantung kepada Majapahit.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote32anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote32sym"><sup>xxxii</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Ma Huan yang menulis pada awal tahun 15 M, menyebutkan Nan-po-li, yang dikunjungi oleh kapal induk dinasti Ming, dengan nakhoda Cheng Ho: ”Kerajaan ini terletak di samping laut, dan penduduknya terdiri dari hanya seribu keluarga. Semuanya Muslim, dan mereka sangat jujur dan tulus. Di bagian timur teritori itu, terletak sebuah negeri bersama Li-tai, dan di bagian barat dan utara terletak lautan luas; jika anda pergi ke selatan, terdapat pegunungan; dan di bagian selatan pegunungan tersebut terletak lagi lautan. Ma Huan juga menyebutkan nama Pulau Wei, sebuah pulau sekitar sembilan mil lauty di lepas pantai Timur Laut Aceh yang juga terdapat pelabuhan alami yang bagus, sekarang terdapat pelabuhan Sabang. Pulau Wei sering disebutkan dalam sumber-sumber sejarah dan dalam terjemahan bahasa Cina bernama "pulau Hat". Ch'ieh-nan-mao, sebuah daerah penghasil kayu gaharu.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote33anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote33sym"><sup>xxxiii</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Ma Huan menggambarkan Pulau Wei: ”Terletak di arah laut Timur Laut Lambri, dimana terdapat pegunungan raksasa yang sangat curam, yang dapat dicapai dengan setengah hari perjalanan; namanya pegunungan Mao. Di bagian barat pegunungan ini, juga, terdapat lautan luas; ini namanya Samudra Barat yang disebut Samudra Nan-mo-li, kapal-kapal yang datang dari Samudra dari arah barat berlabuh di sini, dan mereka melihat pegunungan ini sebagai petunjuk arah. Di laut yang dangkal, sekitar dua cang dalamnya, di pinggir pegunungan, tumbuh pohon-pohon laut; penduduk di sana mengumpulkannya dan menjualnya sebagai komoditas yang berharga. Ini namanya karang. Kerajaan ini tunduk kepada jurisdiksi kerajaan Nan-po-li.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote34anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote34sym"><sup>xxxiv</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Awal abad ke-16 M, Tome Pires memberikan gambaran yang lebih tepat mengenai lokasi Lambri. Dia mengatakan bahwa; "Aceh merupakan negara pertama di bagian pulau Sumatera, dan </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Lambri benar-benar di bagian kanannya, yang terletak menjorok ke darat dan tanah Biar terletak antara Aceh dan Pidie, dan sekarang negeri-negeri ini tunduk kepada Aceh dan memerintah di kedua wilayah tersebut dan dialah raja satu-satunya di sana.</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Raja ini adalah Moo…".</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote35anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote35sym"><sup>xxxv</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Istilah Lambri dan beberapa versi lainnya biasanya ditujukan kepada seluruh pantai utara Aceh, nampaknya hal tersebut di atas menunjukkan pada titik tertentu yang menjadi informasi kepada pelayaran yang aman dari ombak Teluk Bengal, sebuah sumber air segar. Buku</span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i> Hikayat Atjeh</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> juga memberikan petunjuk. Pada halaman 17 dari manuskrip tersebut, diterbitkan oleh Teuku Iskandar, terdapat sebuah petunjuk mengenai Lambri, "teluk Lambri".</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote36anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote36sym"><sup>xxxvi</sup></a></span></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Chau Ju-kua tidak menyebutkan kapur diperdagangkan di Lambri, tapi diduga bahwa Ujung Pancu dan Kuala Pancu di Lhok Lambro dekat banda Aceh kemungkinan besar sangat berhubungan dengan Fansur. </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Kapal-kapal yang harus memutar di Ujung Pancu, harus melalui Lambri ke Barus</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Nama Lambri dan Barus, makanya, sering dibingungkan dalam pelayaran kuno karena eratnya kedua kota ini. Sementara Chia Tan yang menulis buku pada era awal abad ke-8, menyebutkan pelabuhan P'o-lu, merupakan daerah yang kaya dengan emas, mercury dan </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>kapur</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Pelabuhan tersebut merupakan titip kepergian bagi kapal-kapal yang datang dari Sriwijaya barat melalui Samudera India ke Sri Langka.</i></span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote37anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote37sym"><sup>xxxvii</sup></a></i></span></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang ahli Georafi dan Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera yang menjadi jalan ke Tiongkok terdapat sebuah bandar niaga bernama </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Barousai</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b> (Barus)</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang dikenal menghasilkan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>wewangian dari kapur barus</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Disebutkan pula bahwa </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>kapur barus</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5000 tahun lalu.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote38anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote38sym"><sup>xxxviii</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>3. Teori </b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Kaafuro</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Dalam al-Qur’an</b></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b> </b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Hubungan erat Aceh-Melayu dengan dunia Arab juga dapat ditelusuri dari beberapa kata di dalam al-Qur’an. Sebagaimana diketahui al-Qur’an adalah kumpulan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantaraan malaikat Jibril as sejak pertama diangkat menjadi Nabi di Gua Hira’ sampai beliau wafat di Madinah pada tahun 10 Hijriah. Sampai saat ini tidak ada satupun manusia yang dapat menyanggah bahwa al-Qur’an dengan segala kemukjizatannya bukan berasal dari Allah Sang Pencipta. Karena mana mungkin seorang yang buta huruf seperti Nabi Muhammad dapat menbuat sebuah kitab agung yang memiliki gaya bahasa Arab tertinggi dan tidak mampu dijangkau oleh seorang pujangga teragung sekalipun. Karena al-Qur’an bukan hanya kitab sastra, tapi kitab hukum, undang-undang, pengetahuan, politik dan seterusnya yang disampaikan dengan untaian indah. Terlalu banyak makhluk yang tertegun dengan keindahan al-Qur’an. Telah disepakati para Ulama, bahwa al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an sendiri. Namun bahasa Arab al-Qur’an adalah bahasa Arab tertinggi yang telah melahirkan gramatika bahasa Arab kontemporer. Para ulama juga berpendapat ada beberapa kata al-Qur’an yang bukan berasal dari bahasa Arab asli, namun bahasa non Arab yang sudah banyak digunakan dan dimengerti oleh masyarakat Arab.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote39anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote39sym"><sup>xxxix</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Salah satu bahasa Aceh-Melayu yang sudah tersebar di dunia Arab, termasuk Mesir sejak zaman kekuasaan Ramses (Fir’aun) adalah </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>kafur.</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Sebagaimana dijelaskan terdahulu dalam teori kafur Barus, bahwa </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>kafur min barus</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> adalah sebuah komuditas mewah wangi-wangian yang berasal dari inti kayu kamfer yang dalam bahasa latin dikenal dengan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>champora.</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Tidak diragukan bahwa penghasil terbesar kapur zaman itu adalah wilayah yang terletak di ujung barat pulau Sumatera, yang sekarang berada di wilayah Aceh. Bahkan dalam teori terdahulu telah disebutkan banyak dalil tentang Barus-Fansur awal, yang berada di sekitar Lamuri-Aceh.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Pada al-Qur’an surat al-Insan (76) ayat ke 5 menyebutkan: </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan akan meminum dari gelas, minuman yang dicampur</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b> kafur</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Kebanyakan mufassirin dalam tafsirnya masing-masing seperti Ibn. Abbas, Jalalain, al-Qurthubi, Ibn Katsir dan lain-lainnya, mengartikan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>kafur</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> sebagai campuran dari minuman yang merehatkan, nikmat, yang dapat membuat tenang dan biasanya dijadikan obat. Walaupun ada yang menyebutkan sebagai nama mata air di syurga. Pendapat pertama lebih banyak dirujuk mengingat penggunaan kafur yang sudah umum sebagai bahan obat-obatan, wangi-wangian dan bahan perisa di dunia Arab pra-Islam seperti di Alexenderia Mesir dan lainnya. Namun hampir semuanya sepakat bahwa kata ini bukan asli bahasa Arab, sebagaimana disebutkan Ibn Manzhur dalam </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Lisan al-Arab</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> karena tidak ditemukan dalam bahasa Arab Jahiliyah atau bahasa Arab purba. Maka dengan demikian, tidak diragukan bahwa kata kafur yang dimaksudkan al-Qur’an adalah kapur dari Barus sebagai lambang kemewahan pada zaman itu . </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Kata "kafur", menurut Karel Steenbrink, secara pasti bukan istilah Arab. Akar kata "kafara" bisa berarti menghindari atau tidak berterima kasih. Sedangkan kata "kafur", yang berarti kapur barus atau kamper, berasal dari bahasa Melayu. Steenbrink menyimpulkan bahwa kata "kafur" bukan hanya penghubung secara etimologis antara al-Qur'an dan Nusantara, tetapi juga komoditi yang sejak abad ke-7 telah dibawa oleh pedagang Muslim dari Nusantara.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote40anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote40sym"><sup>xl</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>4. Teori Champa (Jeumpa) Versi Raffles</b></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Gubernur Jendral Hindia Belanda dari Kerajaan Inggris yang juga seorang peneliti sosial, Sir TS. Raffles dalam bukunya </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>The History of Java, </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">menyebutkan bahwa Champa yang terkenal di Nusantara, bukan terletak di Kambodia sekarang sebagaimana dinyatakan oleh para peneliti Belanda. Tapi Champa adalah nama daerah di sebuah wilayah di Aceh, yang terkenal dengan nama ”Jeumpa”. Champa adalah ucapan atau logat Jeumpa dengan dialek ”Jawa”, karena penyebutannya inilah banyak ahli yang keliru dan mengasosiasikannya dengan Kerajaan Champa di wilayah Kambodia dan Vietnam sekarang. Jeumpa yang dinyatakan Raffles sekarang berada di sekitar daerah Kabupaten Bireuen Aceh.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i> </i></span></span></span></sup><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote41anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote41sym"><sup>xli</sup></a></span></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b> </b></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);">”<span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Champa” biasanya dihubungkan dengan sebuah peristiwa pada zaman kerajaan Majapahit, terutama pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya V yang memiliki seorang istri yang dikenal dengan ”Puteri Champa” sebagaimana disebutkan d</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">alam </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Babad Tanah Jawi,</b></i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang nama lainnya Anarawati (Dwarawati) yang beragama Islam. </span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Puteri inilah menyerahkan pendidikan Raden Fatah kepada seorang keponakannya yang dikenal dengan Sunan Ampel (Raden Rahmat) di Ampeldenta Surabaya. Sejarah mencatat, Raden Fatah menjadi Sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa yang mengakhiri sejarah Kerajaan Hindu-Jawa Majapahit.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote42anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote42sym"><sup>xlii</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Times New Roman,serif;">Banyak ahli sejarah yang konfius dengan ”Champa”, yang pada akhirnya menimbulkan kegelapan dan kerancuan luar biasa pada sejarah Islam Nusantara. Kekaburan ini umumnya disebabkan para ahli hanya mengutip mendapat-pendapat yang sudah ada tanpa mengadakan pengkajian lebih dalam dan lebih mendetil dari berbagai aspek. Kemalasan intelektual ini hanya memahami Champa sebagai sebuah kata yang sudah bercampur dengan berbagai mitos, legenda dan cerita masyarakat yang tidak berdasarkan fakta ilmiyah. Bukan Champa sebagai sebuah realitas sejarah berdasarkan penelitian sejarah berbagai aspek yang berkaitan dengannya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Mari kita peras sedikit logika kita untuk mengungkap kegelapan Champa yang sudah berabad-abad dipercayai sebagai kebenaran sejarah. Para ahli sejarah memperkirakan Maulana Malik Ibrahim berada Champa sekitar 13 tahun, antara tahun 1379 sampai dengan 1392.</span></span></span><sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote43anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote43sym"><sup>xliii</sup></a></span></span></span></sup><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Untuk memastikan dimanakah Champa yang telah ditinggali Maulana Malik dan saudara iparnya ”Putri Champa”, maka perlu diselidiki bagaimanakah keadaan Champa waktu itu, baik yang berada di Aceh maupun Kambodia. </span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Menurut beberapa catatan, Champa di Kambodia masa itu sedang di perintah oleh </span></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Chế Bồng Nga</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> antara tahun 1360-1390 Masehi, dikenal dengan The Red King (Raja Merah) seorang Raja terkuat dan terakhir </span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Champa"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Champa</span></span></a></u></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">. Tidak diketahui apakah Raja ini Muslim atau Budha sebagaimana mayoritas penduduk Kambodia masa ini dengan banyak peninggalan kuil-kuilnya. Beliau berhasil menyatukan dan mengkordinasikan seluruh kekuatan Champa pada kekuasaannya, dan pada tahun 1372 menyerang Vietnam melalui jalur laut. Champa berhasil memasuki kota besar Hanoi pada 1372 dan 1377. Pada penyerangan terakhir tahun 1388, dia dikalahkan oleh Jenderal Vietnam Ho Quy Ly, pendiri Dinasti </span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Ho_Dynasty"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Ho </span></span></a></u></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">. Che Bong Nga meninggal dua tahun kemudian pada 1390. Tidak banyak catatan hubungan Penguasa Champa ini dengan Islam, apalagi tidak didapat bekas-bekas kegemilangan Islam, sebagaimana yang ditinggalkan para pendakwah di Perlak, Pasai ataupun Malaka.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote44anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote44sym"><sup>xliv</sup></a></span></span></sup></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Sementara menurut catatan sejarah, yang terkenal dengan Sultan Cam atau Champa adalah </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Wan Abdullah atau Sultan Umdatuddin atau Wan Abu atau Wan Bo Teri Teri atau Wan Bo saja,</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> memerintah pada tahun 1471 M - 1478 M. Menurut silsilah Kerajaan Kelantan Malaysia, silsilah beliau adalah : </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Sultan Abu Abdullah (Wan Bo) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam) ibni </i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i><b>Jamaluddin Al-Husain (Sayyid Hussein Jamadil Kubra ) </b></i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>ibni Ahmad Syah Jalal ibni Abdullah ibni Abdul Malik ibni Alawi Amal Al-Faqih ibni Muhammas Syahib Mirbath ibni ‘Ali Khali’ Qasam ibni Alawi ibni Muhammad ibni Alawi ibni Al-Syeikh Ubaidillah ibni Ahmad Muhajirullah ibni ‘Isa Al-Rumi ibni Muhammad Naqib ibni ‘Ali Al-Uraidhi ibni Jaafar As-Sadiq ibni Muhammad Al-Baqir ibni ‘Ali Zainal Abidin ibni Al-Hussein ibni Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW.</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Jadi beliau adalah anak saudara dari Maulana Malik Ibrahim, yaitu anak dari adik beliau bernama </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Ali Nurul Alam.</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Wan Bo atau Wan Abdullah ini juga adalah bapak kepada Syarief Hidayatullah, pengasas Sultan Banten sebagaimana silsilah yang dikeluarkan Kesultanan Banten Jawa Barat: Syarif Hidayatullah ibni Abdullah (Umdatuddin) ibni Ali Alam </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>(Ali Nurul Alam)</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> ibni </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Jamaluddin Al-Hussein (Sayyid Hussein Jamadil Kubra) ibni Ahmad Syah Jalal</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> dan seterusnya seperti di atas.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote45anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote45sym"><sup>xlv</sup></a></span></span></sup></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Pertanyaannya, kapan dan dimana sebenarnya Kerajaan Champa yang dipimpin oleh Raja Champa yang menjadi mertua Maulana Sayyid Ibrahim, yang menjadi ayah kandung ”Puteri Champa”. Padahal jika dikaitkan dengan fakta di atas, mustahil mertua Maulana Sayyid Ibrahim atau ayah ”Puteri Champa” itu adalah Wan Bo (Wan Abdullah) karena menurut silsilah dan tahun kelahirannya, beliau adalah pantaran anak saudara Maulana Sayyid Ibrahim yang keduanya terpaut usia 50 tahun lebih. Raden Rahmat (Sunan Ampel) sendiri lahir pada tahun 1401 di ”Champa” yang masih misterius itu. Boleh jadi yang dimaksud dengan Kerajaan Champa tersebut bukan Kerajaan Champa yang dikuasai Dinasti Ho Vietnam, tapi sebuah perkampungan kecil yang berdekatan dengan Kelantan?. Inipun masih menimbulkan tanda tanya, dimanakah peninggalannya?. Bahkan ada pula yang mengatakan Champa berdekatan dengan daerah Fatani, Selatan Thailand berdekatan dengan Songkla, yang merujuk daerah Senggora zaman dahulu.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote46anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote46sym"><sup>xlvi</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Times New Roman,serif;">Untuk mendukung Teori Raffles bahwa Champa yang dimaksud bukan di Vietnam sekarang, tetapi di wilayah Jeumpa Bireuen Aceh, ada beberapa dalil yang dapat dikemukakan, antara lain; </span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">(i) Martin Van Bruinessen telah memetik tulisan Saiyid ‘Al-wi Thahir al-Haddad, dalam bukunya </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Kitab Kuning, Pesantren</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> ..“Putra Syah Ahmad, Jamaluddin dan saudara-saudaranya konon telah mengembara ke Asia Tenggara..... Jamaluddin sendiri pertamanya menjejakkan kakinya ke Kemboja dan Aceh, kemudian belayar ke Semarang dan menghabiskan waktu bertahun-tahun di Jawa, hingga akhirnya melanjutkan pengembaraannya ke Pulau Bugis, di mana dia meninggal.” (al-Haddad 1403 :8-11). Diriwayatkan pula beliau menyebarkan Islam ke Indonesia bersama rombongan kaum kerabatnya. </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Anaknya, Saiyid Ibrahim (Maulana Sayyid Ibrahim) ditinggalkan di Aceh untuk mendidik masyarakat dalam ilmu keislaman.</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Kemudian, Saiyid Jamaluddin ke Majapahit, selanjutnya ke negeri Bugis, lalu meninggal dunia di Wajok (Sulawesi Selatan). Tahun kedatangannya di Sulawesi adalah 1452M dan tahun wafatnya 1453M”. Jadi tidak diragukan bahwa yang ke Kamboja itu adalah ayah Maulana Ibrahim, Saiyid Jamaluddin yang menikah di sana dan menurunkan Ali Nurul Alam. Sedangkan mayoritas ahli sejarah menyatakan Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand atau Persia, sehingga di gelar Syekh Maghribi. Beliau sendiri dibesarkan di Aceh dan tentu menikah dengan puteri Aceh yang dikenal sebagai ”Puteri Raja Champa”. </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">(ii) Keadaan Champa Kambodia ketika zaman Maulana Malik Ibrahim sedang huru hara dan terjadi pembantaian terhadap kaum Muslim yang dilakukan oleh Dinasti Ho yang membalas dendam atas kekalahannya pada pasukan Khulubay Khan, Raja Mongol yang Muslim sebagaimana disebutkan terdahulu. Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan keadaan Jeumpa yang menjadi mitra Kerajaan Pasai pada waktu itu yang menjadi jalur laluan dan peristirahatan menuju kota besar seperti Barus, Fansur dan Lamuri dari Pasai ataupun Perlak. Kerajaan Pasai adalah pusat pengembangan dan dakwah Islam yang memiliki banyak ulama dan maulana dari seluruh penjuru dunia. Sementara para sultan adalah diantara yang sangat gemar berbahas tentang masalah-masalah agama, di istananya berkumpul sejumlah ulama besar dari Persia, India, Arab dan lain-lain, sementara mereka mendapat penghormatan mulia dan tinggi.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote47anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote47sym"><sup>xlvii</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Dan Sejarah Melayu menyebutkan bahwa ”segala orang Samudra (Pasai) pada zaman itu semuanya tahu bahasa Arab.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote48anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote48sym"><sup>xlviii</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">. </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(iii) Populeritas Jeumpa di Nusantara, yang dihubungkan dengan puteri-puterinya yang cerdas dan cantik jelita, buah persilangan antara Arab-Parsi-India dan Melayu, yang di Aceh terkenal dengan </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Buengong Jeumpa,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> gadis cantik putih kemerah-merahan, tidak lain menunjukkan keistimewaan Jeumpa di Aceh yang sampai saat ini masih menyisakan kecantikan puteri-puterinya, gadis Bireuen. Pada masa kegemilangan Pasai, istilah puteri Jeumpa (lidah Jawa menyebut ”Cempa”) sangat populer, mengingat sebelumnya ada beberapa Puteri Jeumpa yang sudah terkenal kecantikan dan kecerdasannya, seperti Puteri Manyang Seuludong, Permaisuri Raja Jeumpa Salman al-Parisi, Ibunda kepada Syahri Nuwi pendiri kota Perlak. Puteri Jeumpa lainnya,Makhdum Tansyuri (Puteri Pengeran Salman-Manyang Seuludong/Adik Syahri Nuwi) yang menikah dengan kepala rombongan Khalifah yang dibawa Nakhoda, Maulana Ali bin Muhammad din Ja’far Shadik, yang melahirkan Maulana Abdul Aziz Syah, Raja pertama Kerajaan Islam Perlak. Mereka seterusnya menurunkan Raja dan bangsawan Perlak, Pasai sampai Aceh Darussalam. Kecantikan dan kecerdasan puteri-puteri Jeumpa sudah menjadi legenda di antara pembesar-pembesar istana Perlak, Pasai, Malaka, bahkan sampai ke Jawa. Itulah sebabnya kenapa Maharaja Majapahit, Barawijaya V sangat mengidam-idamkan seorang permaisuri dari Jeumpa. Bahkan dalam Babat Tanah Jawi, disebutkan bagaimana mabok kepayangnya sang Prabu ketika bertemu dengan Puteri Jeumpa yang datang bersama dengan rombongan Maulana Malik Ibrahim dan para petinggi Pasai. Dikisahkan Sang Prabu meminta agar Puteri Jeumpa bersedia menjadi Permaisurinya dan menikahlah mereka. </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;">(iv) Secara umum, wajah orang Champa Kambodia lebih mirip dengan Cina, kecil-kecil dan memiliki kulit seperti orang Kelantan sekarang, sementara bahasanya susah dimengerti karena dialeknya berbeda dengan rumpun bahasa Melayu yang menjadi bahasa pertuturan dan pengantar Nusantara saat itu. Muka-muka Arab, seperti wajah Maulana Malik Ibrahim, Raden Rahmat ataupun gelar mereka, Sayyid, Maulana, dan lainnya jarang adanya dan tidak seperti rata-rata orang Perlak, Pasai, Jeumpa ataupun umumnya orang Aceh yang lebih mirip ke wajah Arab, India atau Parsia. Sebagaimana diketahui, Maulana Malik Ibrahim dan Raden Rahmat memberikan pelajaran agama kepada orang Jawa menggunakan bahasa Melayu Sumatera yang banyak digunakan di sekitar Perlak, Pasai, Lamuri, Barus, Malaka, Riau-Lingga dan sekitarnya, sebagaimana dalam manuskrip agama yang dikarang para Ulama terkemudian seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, Nuruddin al-Raniri, Raja Ali Haji dan lainnya. </span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(v) Sejarah pergerakan dakwah Islamiyah Nusantara abad ke IX-XV Masehi, sebagaimana yang disepakati para ahli sejarah Islam Nusantara, tidak pernah menyebutkan berpusat di sekitar daerah Vietnam atau Indo-China sekarang, namun sebaliknya tercatat berpusat diantara </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Perlak, Pasai, Malaka, Lamuri, Barus, ataupun Fansur di wilayah Aceh,</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang di tengah-tengahnya terdapat </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Jeumpa</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, yang menjadi laluan dan tempat persinggahan yang banyak menyisakan kegemilang Islam. Sementara di Vietnam telah dibuktikan tidak banyak ditemukannya Sayyid, Syarief atau Maulana dan Makhdum serta Ulama-Ulama besar yang umumnya menjadi penggerak Islamisi. Juga tidak didapati peninggalan-peninggalan situs yang berhubungan dengan kegemilangan Islam, apakah berupa istana, maqam, ataupun skrip keislaman yang menjadi ciri khas peninggalan jejak peradaban Islam. Di samping itu, tidak didapatkan dalam sejarah bahwa Islam pernah gemilang di sekitar sana dengan mendirikan sebuah kerajaan Islam yang berperan. Karena tradisi dari para pendakwah akan mendirikan sebuah kerajaan atau mengislamkan kerajaan tersebut, atau menaklukkannya sebagaimana sejarah Perlak, Pasai, Malaka, Aceh Darussalam, Demak dan lainnya. Ada kemungkinan di Champa pernah tumbuh perkampungan muslim, namun hal ini tidak dapat dijadikan pegangan, karena yang dikatakan ”Puteri Champa” tentulah anak Raja Champa, demikian pula disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim menikah dengan salah seorang puteri Raja di Champa.</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(vi) Dari segi geografis dan taktik-strategi perjuangan, kelihatannya mustahil para pendakwah, khususnya gerakan Para Wali yang akan menaklukkan pulau Jawa bermarkas di sebuah perkampungan Muslim minoritas dekat Vietnam. Apalagi pada masa itu Champa sepeninggal Raja terakhirnya, Che Bong Nga (w.1390), sepenuhnya dikuasai Dinasti Ho yang Budha dan anti Islam berpusat di Hanoi. Maulana Malik Ibrahim adalah </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Grand Master</i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> para Wali Songo</span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>, </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> jika sasaran dakwahnya adalah pulau Jawa, sebagai basis kerajaan Hindu-Budha yang tersisa, terlalu naif memilih Champa sebagai markas pusat pergerakan baik menyangkut dukungan logistik, politik maupun ketentaraan. Sebagaimana dicatat sejarah, pada masa itu para Sultan dan Ulama, baik yang ada di Arab, Persia, India termasuk Cina yang sudah dipegang penguasa Islam memfokuskan penaklukkan kerajaan besar Majapahit sebagai patron terbesar Hindu-Budha Nusantara. Kaisar Cina yang sudah Muslimpun mengirim Panglima Besar dan tangan kanan dan kepercayaannya, Laksamana Cheng-Ho untuk membantu gerakan Islamisasi Jawa. Sementara hubungan dakwah via laut pada saat itu sudah terjalin jelas menunjukkan hubungan antara Jawa-Pasai-Gujarat-Persia-Muscat-Aden sampai Mesir, yang diistilahkan Azra sebagai Jaringan Ulama Nusantara. Yang artinya, wilayah Aceh Jeumpa lebih mungkin berada di sekitar pusat gerakan dan lintasan jaringan ter</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">sebut daripada Champa Kambodia.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(vii) ”Puteri Champa” bibi dari Sunan Ampel (Raden Rahmat) yang juga lahir di ”Champa”, sementara Raden Rahmat adalah putra dari Maulana Sayyid Ibrahim, salah seorang anak dari Sayyid Jamaluddin Akbar al-Husein atau juga disebut Sayyid Hussein Jamad al-Kubra, dan seterusnya hingga bersambung di Imam Ja’far Sadiq, cucu Nabi Muhammad saw. Dari analisis ini, artinya bahwa Puteri Champa adalah keluarga atau bersaudara dengan istri Maulana Sayyid Ibrahim yang juga Puteri Raja Jeumpa, yang tidak diragukan adalah keturunan Ahlul Bayt dari Sasaniah Salman ataupun Maulana Abdul Aziz. Sebagai seorang Sayyid atau Maulana, yaitu keturunan Nabi saw yang alim dan fakih, serta pejuang aktif, tentulah Maulana Malik Ibrahim tetap menjaga tradisi dan kesucian yang menjadi warisan Ahlul Bayt. Apalagi diketahui bahwa keluarga Ahlul Bayt sejak awal sudah menjadi penguasa di sekitar Jaumpa, Perlak maupun Pasai. Bahkan menurut silsilahnya, Meurah Silu atau Malik al-Saleh adalah keturunan dari Imam Ja’far Shadiq juga yang berarti masih satu turunan dengan Maulana Malik Ibrahim. Adapun silsilah lengkap Maulana Malik Ibrahim adalah : </span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Husain_bin_Ali"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Husain bin Ali</i></span></span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>, </i></span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Zainal_Abidin"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Ali Zainal Abidin</i></span></span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>, </i></span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Baqir"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Muhammad al-Baqir</i></span></span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>, </i></span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ja%27far_ash-Shadiq"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Ja'far ash-Shadiq</i></span></span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, </i></span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_al-Muhajir"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Ahmad al-Muhajir</i></span></span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, </i></span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Syekh_Muhammad_Shahib_Mirbath"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Muhammad Shahib Mirbath</i></span></span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim.</i></span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote49anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote49sym"><sup>xlix</sup></a></i></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(viii) Adalah hal yang mustahil, seorang Wali sekelas Maulana Malik Ibrahim, bapak dan pemimpin para Wali di Jawa, yang telah berhasil membangun jaringan di Nusantara, setelah 13 tahun di Champa tidak dapat membangun sebuah kerajaan Islam atau meninggalkan jejak-jejak kegemilangan peradaban Islam, atau hanya sebuah prarasti seperti pesantren, maqam atau sejenisnya yang akan menjadi jejaknya. Bahkan Raffles menyebutnya sebagai orang besar, sementara sejarawan G.W.J. Drewes menegaskan, Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh yang pertama-tama dipandang sebagai wali di antara para wali. </span></span><span style="font-size:85%;">''Ia seorang mubalig paling awal,'' tulis Drewes dalam bukunya, New Light on the Coming of Islam in Indonesia. Gelar Syekh dan Maulana, yang melekat di depan nama Malik Ibrahim, menurut sejarawan Hoessein Djajadiningrat, membuktikan bahwa ia ulama besar. </span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Gelar tersebut hanya diperuntukkan bagi tokoh muslim yang punya derajat tinggi.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(ix) Maulana Malik Ibrahim memiliki seorang saudara yang terkenal sebagai ulama besar di Pasai, bernama Maulana Saiyid Ishaq, sekaligus ayah dari Raden Paku atau </span></span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Giri"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Sunan Giri</span></span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Menurut cacatan sejarah, beliau adalah salah seorang ulama yang dihormati di kalangan istana Pasai dan menjadi penasihat Sultan Pasai di zaman Sultan Zainal Abidin dan Sultan Salahuddin. Sebelum bertolak ke tanah Jawa, ayahanda beliau, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), yang juga datang dari Persia atau Samarqan, tinggal dan menetap juga di Pasai. Jadi menurut analisis, beliau bertiga datang dari Persia atau Samarqan ke Kerajaan Pasai sebagai pusat penyebaran dakwah Islam di Nusantara, pada sekitar abad ke 14 Masehi, bersamaan dengan kejayaan Kerajaan Pasai di bawah Sultan Malik al-Zahir II, yang juga keturunan Ahlul Bayt. Sementara Sunan Ampel atau Raden Rahmat yang dikatakan lahir di Champa, kemudian hijrah pada tahun 1443 M ke Jawa dan mendirikan Pesantren di Ampeldenta Surabaya, adalah seorang ulama besar, yang tentunya mendapatkan pendidikan yang memadai dalam lingkungan Islami pula. Adalah mustahil bagi Sang Raden untuk mendapatkan pendidikannya di Champa Kambodia pada tahun-tahun itu, karena sejak tahun 1390 M atau sepuluh tahun sebelum kelahiran beliau, sampai dengan abad ke 16, Kambodia dibawah kekuasaan Dinasti Ho yang Budha dan anti Islam sebagaimana dijelaskan terdahulu. Apalagi sampai saat ini belum di dapat jejak lembaga pendidikan para ulama di Champa. Namun keadaannya berbeda dengan Jeumpa Aceh, yang dikelilingi oleh Bandar-Bandar besar tempat pesinggahan para Ulam dunia pada zaman itu. Perlu digarisbawahi, kegemilangan Islam di sekitar Pasai, Malaka, Lamuri, Fatani dan sekitarnya adalah antara abad 13 sampai abad 14 M. Kawasan ini menjadi pusat pendidikan dan pengembangan pengetahuan Islam sebagaimana digambarkan terdahulu. </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(x) Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah saw bersabda agar pengikutnya berpegang teguh kepada dua perkara supaya tidak sesat selama-lamanya, yaitu </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Kitab Allah </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(al-Qur’an dan Sunnah) dan </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Itrah </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(keturunannya). Dua perkara inilah yang menjadi penghubung antara Rasulullah dengan umatnya, sehingga mereka diwajibkan membaca shalawat untuk beliau dan keluarga keturunannya. Karena Ahlul Bayt diamanahkan sebagai benteng utama Islam oleh Allah dan Rasul-Nya dan ummat diperintahkan untuk mencintai, menghormati dan berpegang teguh kepadanya, maka sejak awal kebangkitan Islam para </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Itrah </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Rasul mendapat kehormatan dan kedudukan, termasuk di alam Nusantara. Itulah sebabnya ahli sejarah telah mencatat beberapa dinasti Kerajaan Ahlul Bayt Nusantara, baik di wilayah Sumatera, Semenanjung Melayu, Borneo-Kalimantan, Jawa, Sulawesi sampai ke Maluku dan Papua sekarang. Ditengarai, generasi awal datang dari Persia sekitar akhir abad pertama Hijriah atau sekitar abad VII Masehi, yang mendirikan kerajaan di sekitar Aceh-Sumatra, yang menjadi cikal bakal Kerajaan Perlak dan Pasai. Jika dirut silsilah para Sultan di Nusantara, sebagian besar akan bertemu pada jalur Imam Ja’far Sadiq yang sampai kepada Sayyidina Husein bin Sayyidah Fatimah binti Rasulullah saw, baik Maulana Abdul Aziz Syah (Perlak), Sultan Malik al-Shalih (Pasai), Mughayat Syah (Aceh), Syarif Hidayatullah (Banten), Sultan Wan Abdullah (Kelantan) dan lain-lainnya. Dan tidak diragukan, sebagaimana diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, diantara mereka senantiasa memelihara kekerabatan dan saling topang menopang dalam menegakkan Islam dalam sebuah jaringan Ahlul Bayt. Tokoh-tokoh Ahlul Bayt yang sudah memegang kekuasaan segai akan memberikan bantuan kepada yang lainnya. Nah pada zaman Maulana Malik Ibrahim masih muda, yang tengah berkuasa dan berkibar adalah Dinasti Ahlul Bayt Pasai di Aceh. Itulah sebabnya ayahanda beliau, Saiyid Jamaluddin menitipkan dan mempersiapkan anaknya pada patron yang kuat, Kerajaan Pasai, yang para Rajanya adalah persilangan antara turunan Ahlul Bayt dari Kerajaan Perlak dengan Kerajaan Jeumpa. Sebagai seorang pendidik pejuang, mustahil seorang Ulama setingkat Saiyid Jamaluddin akan meninggalkan anaknya di Champa yang tengah dikuasai Kerajaan Hindu Budha.</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Dengan demikian, maka jelaslah bahwa Champa yang dimaksud dalam sejarah pengembangan Islam Nusantara selama ini, yang menjadi tempat persinggahan dan perjuangan awal Maulana Malik Ibrahim, asal ”Puteri Champa” atau asal kelahiran Raden Rahmat (Sunan Ampel), bukanlah Champa yang ada di Kambodia-Vietnam saat ini. Tapi tidak diragukan, sebagaimana dinyatakan Raffles, ”Champa” berada di Jeumpa dengan kota perdagangan Bireuen, yang menjadi bandar pelabuhan persinggahan dan laluan kota-kota metropolis zaman itu seperti Fansur, Barus dan Lamuri di ujung barat pulau Sumatra dengan wilayah Samudra Pasai ataupun Perlak di daerah sebelah timur yang tumbuh makmur dan maju......</span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i> Wallahu a’lam.</i></span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><b>Data Awal Mengenai Kerajaan Jeumpa Aceh</b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b> </b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Kerajaan Jeumpa Aceh, berdasarkan </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Ikhtisar Radja Jeumpa</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> yang di tulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa adalah sebuah Kerajaan yang benar keberadaannya pada sekitar abad ke VIII Masehi yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet. Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke ”Pintou Rayeuk” (pintu besar).</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote50anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote50sym"><sup>l</sup></a></span></span></sup></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Menurut hasil observasi terkini di sekitar daerah yang diperkirakan sebagai tapak Maligai Kerajaan Jeumpa sekitar 80 meter ke selatan yang dikenal dengan Buket Teungku Keujereun, ditemukan beberapa barang peninggalan kerajaan, seperti kolam mandi kerajaan seluas 20 x 20 m, kaca jendela, porselin dan juga ditemukan semacam cincin dan kalung rantai yang panjangnya sampai ke lutut dan anting sebesar gelang tangan. Di sekitar daerah ini pula ditemukan sebuah bukit yang diyakini sebagai pemakaman Raja Jeumpa dan kerabatnya yang hanya ditandai dengan batu-batu besar yang ditumbuhi pepohonan rindang di sekitarnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Sebelum kedatangan Islam, di daerah Jeumpa sudah berdiri salah satu Kerajaan Hindu Purba Aceh yang dipimpin turun temurun oleh seorang </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Meurah</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">. Datang pemuda tampan bernama Abdullah yang memasuki pusat Kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga yang datang dari India belakang (Parsi ?) untuk berdagang. Dia memasuki negeri Blang Seupeueng melalui laut lewat Kuala Jeumpa, sekitar awal abad ke VIII Masehi dan negeri ini sudah dikenal di seluruh penjuru dan mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, India, Arab dan lainnya. Selanjutnya Abdullah tinggal bersama penduduk dan menyiarkan agama Islam. Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena tingkah laku, sifat dan karakternya yang sopan dan sangat ramah. Dia dinikahkan dengan puteri Raja bernama Ratna Kumala. Akhirnya Abdullah dinobatkan menjadi Raja menggantikan bapak mertuanya, yang kemudian wilayah kekuasaannya dia berikan nama dengan Kerajaan Jeumpa, sesuai dengan nama negeri asalnya di India Belakang (Persia) yang bernama ”Champia”, yang artinya harum, wangi dan semerbak. Sementara </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Bireuen</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> sebagai ibukotanya, berarti kemenangan, sama dengan Jayakarta (Jakarta) dalam bahasa Jawa.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote51anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote51sym"><sup>li</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Berdasarkan silsilah keturunan </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i><b>Sultan-Sultan Melayu,</b></i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa pada 154 Hijriah atau tahun 777 Masehi dipimpin oleh seorang Pangeran dari Parsia (India Belakang ?) yang bernama Syahriansyah Salman atau Sasaniah Salman yang kawin dengan Puteri Mayang Seulodong dan memiliki beberapa anak, antara lain Shahri Duli, Shahri Tanti, </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Shahri Nawi,</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Shahri Dito dan Puteri </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Makhdum Tansyuri</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> yang menjadi ibu dari Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak. Menurut penelitian pakar sejarah Aceh, Sayed Dahlan al-Habsyi, Shahri adalah gelar pertama yang digunakan keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum menggunakan gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku dan lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><b>Puteri Shahri Banun</b></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">, anak Maha Raja Parsia terakhir.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> Mengenai keberadaan Shahri Nawi ini, disebutkan oleh Syekh Hamzah Fansuri. Syekh ini adalah Ulama Sufi dan sastrawan terkenal Nusantara yang berpengaruh dalam pembangunan Kerajaan Aceh Darussalam, yang juga merupakan guru Syamsuddin al-Sumatrani yang dikenal sebagai Syekh Islam Kerajaan Aceh Darussalam pada masa Iskandar Muda. A. Hasymi menyebutkan beliau juga adalah paman dari Maulana Syiah Kuala (Syekh Abdul Rauf al-Fansuri al-Singkili). Syekh Fansuri dalam beberapa kesempatan menyatakan asal muasalnya dan hubungannya dengan Shahri Nawi. Diantaranya syair :</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><i>Hamzah ini asalnya Fansuri</i></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Mendapat wujud di tanah </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>Shahrnawi</b></i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i> </i></span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><i>Beroleh khilafat ilmu yang ’ali </i></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><i>Daripada ’Abd al-Qadir Jilani</i></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><i>Hamzah di negeri Melayu, </i></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Tempatnya </i></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i><b>kapur di dalam kayu</b></i></span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Dari rangkaian syair ini, maka jelaslah bahwa ada hubungan antara bumi Shahrnawi (Shahr Nawi) dengan Fansur yang menjadi asal muasal kelahiran Syekh Hamzah Fansuri dan tempat yang terkenal </span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>kafur Barus</b></span></span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Sebagaimana disebutkan di atas, Shahrnawi atau Syahr Nawi adalah anak daripada Pangeran Salman (Sasaniah Salman) yang lahir di daerah Jeumpa, di Aceh Bireuen saat ini. Syahrnawi adalah salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan Kerajaan Islam Perlak, bahkan beliau dianggap arsitek pendiri kota pelabuhan Perlak pada tahun 805 yang dipimpinnya langsung, dan diserahkan kepada anak saudaranya Maulana Abdul Aziz. Kerajaan Islam Perlak selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Islam Pasai dan mendapat kegemilangannya pada masa Kerajaan Aceh Darussalam. </span></span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;">Maka tidak mengherankan jika Syekh Hamzah Fansuri, mengatakan kelahirannya di bumi Sharhnawi yang merupakan salah seorang generasi pertama pengasas Kerajaan-Kerajaan Islam Aceh yang dimulai dari Kerajaan Islam Jeumpa. Pernyataan Syekh Hamzah Fansuri ini juga menjadi hujjah yang menguatkan teori bahwa Jeumpa, asal kelahiran Shahrnawi adalah Kerajaan Islam pertama di Nusantara.</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa ini dapat pula ditelusi dari pembentukan Kerajaan Perlak yang dianggap sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara. Perlak pada tahun 805 Masehi adalah bandar pelabuhan yang dikuasai pedagang keturunan Parsi yang dipimpin seorang keturunan Raja Islam Jeumpa Pangeran Salman al-Parsi dengan Putri Manyang Seuludong bernama </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Meurah Shahr Nuwi</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Sebagai sebuah pelabuhan dagang yang maju dan aman menjadi tempat persinggahan kapal dagang Muslim Arab dan Persia. Akibatnya masyarakat Muslim di daerah ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya perkawinan di antara saudagar Muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga melahirkan keturunan dari percampuran darah Arab dan Persia dengan putri-putri Perlak. Keadaan ini membawa pada berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama, pada hari selasa bulan Muharram, 840 M. Sultan pertama kerajaan ini merupakan keturunan Arab Quraisy bernama Maulana Abdul Azis Syah, bergelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah. Menurut Wan Hussein Azmi, pedagang Arab dan Persia tersebut termasuk dalam golongan Syi'ah.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote52anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote52sym"><sup>lii</sup></a></span></span></sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Wan Hussein Azmi dalam </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Islam di Aceh</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> mengaitkan kedatangan mereka dengan Revolusi Syi'ah yang terjadi di Persia tahun 744-747. Revolusi ini di pimpin Abdullah bin Mu'awiyah yang masih keturunan Ja'far bin Abi Thalib. Bin Mu'awiyah telah menguasai kawasan luas selama dua tahun (744-746) dan mendirikan istana di Istakhrah sekaligus memproklamirkan dirinya sebagai raja Madian, Hilwan, Qamis, Isfahan, Rai, dan bandar besar lainnya. Akan tetapi ia kemudian dihancurkan pasukan Muruan di bawah pimpinan Amir bin Dabbarah tahun 746 dalam pertempuran Maru Sydhan. Kemudian banyak pengikutnya yang melarikan diri ke Timur Jauh. Para ahli sejarah berpendapat, mereka terpencar di semenanjung Malaysia, Cina, Vietnam, dan Sumatera, termasuk ke Perlak. </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Pendapat Wan Hussein Azmi itu diperkaya dan diperkuat sebuah naskah tua berjudul </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Idharul Haqq fi Mamlakatil Ferlah w'l-Fasi,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> karangan Abu Ishak Makarni al-Fasy, yang dikemukakan Prof. A. Hasjmi. Dalam naskah itu diceritakan tentang pergolakan sosial-politik di lingkungan Daulah Umayah dan Abbasiyah yang kerap menindas pengikut Syi'ah. Pada masa pemerintahan Khalifah Makmun bin Harun al-Rasyid (813-833), seorang keturunan Ali bin Abi Thalib, bernama Muhammad bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqr bin Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, memberontak terhadap Khalifah yang berkedudukan di Baghdad dan memproklamirkan dirinya sebagai khalifah yang berkedudukan di Makkah. </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Khalifah Makmun berhasil menumpasnya. Tapi Muhammad bin Ja'far Shadiq dan para tokoh pemberontak lainnya tidak dibunuh, melainkan diberi ampunan. Makmun menganjurkan pengikut Syi'ah itu meninggalkan negeri Arab untuk meluaskan dakwah Islamiyah ke negeri Hindi, Asia Tenggara, dan Cina. Anjuran itu pun lantas dipenuhi. Sebuah Angkatan Dakwah beranggotakan 100 orang pimpinan Nakhoda Khalifah yang kebanyakan tokoh Syi'ah Arab, Persia, dan Hindi ---termasuk Muhammad bin Ja'far Shadiq--- segera bertolak ke timur dan tiba di Bandar Perlak pada waktu </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Syahir Nuwi</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> menjadi Meurah (Raja) Negeri Perlak. Syahir Nuwi kemudian menikahkan Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq dengan adik kandungnya, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Makhdum Tansyuri</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sayyid Abdul Aziz, dan pada 1 Muharram 225 H dilantik menjadi Raja dari kerajaan Islam Perlak dengan gelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah.</span></span><sup><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote53anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote53sym"><sup>liii</sup></a></span></span></sup></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Jadi jelaslah bahwa keberadaan Kerajaan Perlak, tidak terlepas dari peranan 2 orang tokoh sentralnya pendirinya, yaitu </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Meurah Syahri Nuwi</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> dan saudarinya </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><b>Makhdum Tansyuri</b></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> yang keduanya berasal dan dilahirkan di Kerajaan Jeumpa yang dipimpin dan didirikan oleh ayahnya, Pangeran Salman al-Farsi. Sebelum Kerajaan Perlak ada, maka lebih dahulu telah muncul Kerajaan Jeumpa, yang menjadi sebab musabab keberadaan Kerajaan Perlak. Maka dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Islam pertama di Nusantara bukanlah Kerajaan Perlak sebagaimana dinyatakan A. Hasymi dengan para pendukungnya. Namun dari fakta dan data yang dikemukakan tersebut, sudah ada kerajaan yang lebih awal, yaitu Kerajaan Jeumpa yang terletak di sekitar Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen NAD saat ini.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>Sebuah Hipotesa Dan Kesimpulan Awal</b></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;">Dari beberapa teori dan data awal yang dikemukakan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa proses Islamisasi ke Aceh sudah terjadi sejak awal perkembangannya, ketika Nabi Muhammad saw masih hidup yang dilakukan oleh para saudagar Arab yang memang sudah hilir mudik berdagang dari Mesir, Aden, Muscat, Parsia, Gujarat ke Cina melalui Barus-Fansur yang dipastikan terletak di ujung barat pulau Sumatera. Para saudagar Arab pra-Islam diketahui sudah memiliki perkampungan di sekitar pesisir pulau Sumatera, terbentang dari Barus-Fansur, Jeumpa, Perlak sampai di Palembang pada zaman Kerajaan Hindu Sriwijaya. </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Islamisasi Aceh mengalami puncaknya pada zaman Khalifah al-Rasyidin, terutama di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab yang gencar mengirimkan para duta yang merangkap sebagai pendakwah Islam sampai ke negeri Cina, pada sekitar awal abad ke VII Masehi. Cina menjadi tujuan dakwah para Khalifah berkaitan dengan sebuah hadits Nabi yang populer: </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina.</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Karena Cina pada zaman itu telah mencapai keemasaanya, sebagaimana Rumawi, Yunani ataupun Mesir dan Parsia sebagai pusat-pusat perdagangan, peradaban dan kemakmuran dunia yang jejaknya masih terekam jelas pada peta jalur sutera (silk road). Jalur ini kemudian dipindahkan ke jalur laut karena berkembang pesatnya teknologi kelautan dengan kapal-kapalnya yang mampu berlayar lama.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Para pembawa Islam datang langsung dari Semenanjung Arabia yang merupakan utusan resmi Khalifah atau para pedangan profesional Islam yang memang telah memiliki hubungan perdagangan dengan Aceh, sebagai daerah persinggahan dalam perjalanan menuju Cina. Hubungan yang sudah terbina sejak lama, yang melahirkan asimiliasi keturunan Arab-Aceh di sekitar pesisir ujung pulau Sumatra, telah memudahkan penyiaran Islam dengan bahasa asal mereka, yaitu bahasa Arab yang dengan al-Qur’an diturunkan. Pengaruh bahasa Aceh-Melayu dalam al-Qur’an dapat dijumpai pada kata </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>kafuro</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, yang tidak pernah ada dalam bahasa Arab pra-Islam.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> Hubungan baik antara masyarakat Aceh dengan pendatang dari Arab telah mendorong tumbuhnya perkampungan yang membesar menjadi Kerajaan-Kerajaan Islam sebagai pengganti Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha. Kerajaan Islam pertama di Aceh, yang juga merupakan Kerajaan Islam pertama di Nusantara adalah Kerajaan Islam Jeumpa yang didirikan oleh salah satu keturunan Nabi Muhammad yang melarikan diri dari Persia bernama Sasaniah Salman al-Parsi pada tahun 154 Hijriah atau sekitar tahun 777 Masehi. Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu pusat Islamisasi di Nusantara, khususnya Aceh. Salah seorang Pangeran Jeumpa, Shahrnawi, yang namanya disebut oleh Syekh Hamzah Fansuri, menjadi pelopor pedirian Kerajaan Islam Perlak pada tahun 805 Masehi, dan mengangkat anak saudaranya, Maulana Abdul Aziz cicit dari Imam Ja’far Sidiq sebagai Sultan pertama Kerajaan Perlak pada tahun 840 M.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"> </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;"><b>Kerajaan Jeumpa Aceh Adalah Kerajaan Islam Pertama Di Nusantara</b></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa sebelum Nabi Muhammad saw membawa Islam, Dunia Arab dengan Dunia Melayu sudah menjalin hubungan dagang yang erat sebagai dampak hubungan dagang Arab-Cina melalui jalur laut yang telah menumbuhkan perkampungan-perkampungan Arab, Parsia, Hindia dan lainnya di sepanjang pesisir pulau Sumatera. Karena letak gegrafisnya yang sangat strategis di ujung barat pulau Sumatra, menjadikan wilayah Aceh sebagai kota pelabuhan transit yang berkembang pesat, terutama untuk mempersiapkan logistik dalam pelayaran yang akan menempuh samudra luas perjalanan dari Cina menuju Persia ataupun Arab. Hadirnya pelabuhan transito sekaligus kota perdagangan seperti Barus, Fansur, Lamri, Jeumpa dan lainnya dengan komuditas unggulan seperti kafur, yang memiliki banyak manfaat dan kegunaan telah melambungkan wilayah asalnya dalam jejaran kota pertumbuhan peradaban dunia. </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>”Kafur Barus”, ”Kafur Fansur”, ”Kafur Barus min Fansur”</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> yang telah menjadi idiom kemewahan para Raja dan bangsawan di Yunani, Romawi, Mesir, Persia dan lainnya. Kedudukan Barus-Fansur lebih kurang seperti kedudukan Paris saat ini yang terkenal dengan inovasi minyak wangi mewahnya.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Hadirnya komuditas unggulan ini telah melahirkan berbagai teknologi pengolahan dalam penangannya. Karena sangat dibutuhkan sebagai bahan obat-obatan, wangi-wangian ataupun sebagai barang sakral dalam ritual keagamaan pagan, menjadikan asal kafur dan wilayah sekitarnya berkembang pesat. Tentu dari para petani, pedagang sampai para pengolah, peneliti, tabib sampai tukang sihir terlibat dalam proses pembuatan kafur yang bermutu. Tentu hal ini mengakibatkan hadirnya para pakar ke kota penghasil kafur dan membuat komunitas baru sesuai dengan peran masing-masing. Itulah sebabnya wajah orang Aceh berbeda dengan wajah orang Jawa, Makassar ataupun Melayu. Wajah mereka lebih kosmopolit yang merupakan perpaduan dari keturunan Arab, Cina, India, Parsi dan tentunya Eropa. Dan perpaduan ini telah berjalan berabad-abad sebelum kedatangan Islam di wilayah ini.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Sehubungan dengan penyebaran Islam, tentu perkampungan para keturunan Arab lebih dominan mudah menerima kedatangan Islam, dengan beberapa alasan (i) sumber utama al-Qur’an dan pengajarannya menggunakan bahasa Arab, yang tentu lebih mudah difahami oleh mereka yang sudah terbiasa dengan bahasa Arab seperti keturunan Arab yang sudah menyebar di sepanjang Barus-Fansur-Lamuri, (ii) hukum, budaya, pola hidup ataupun tradisi yang dibawa Islam lebih dekat dengan kebiasaan orang Arab yang memang sudah dilaksanakan sejak zaman Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as yang merupakan bapak kaum Arab, sehingga keturunan Arab pra-Islam ini mudah langsung mengikutinya karena sudah menjadi kebiasaan hidupnya, (iii) semangat kekeluargaan dan kesukuan sangat tinggi di kalangan bangsa Arab, termasuk Arab pra-Islam yang sangat menghormati dan menghargai sesamanya, itulah sebabnya banyak orang Arab yang membela Rasul walaupun tidak masuk Islam, inilah yang terjadi pada keturunan perantauan Arab ini, ada kebanggaan kesukuan memeluk agama Islam yang dibawa dari tanah leluhurnya daripada mengikuti ajaran lain, (iv) tentu ajaran Islam yang rasional, adil, menawarkan persamaan kedudukan dan status menjadi daya tarik bagi masyarakat kosmopolit yang telah berbaur dengan berbagai peradaban besar sebagaimana yang dialami keturunan Arab (v) disamping kepandaian dan ketampanan para pembawa Islam keturunan Arab telah membuat jatuh hati para Raja dan Meurah, mengangkat mereka jadi menantu, penasihat atau panglima dan ada yang menggantikan kedudukan Raja atas dukungan komunitas Arab yang memang sudah mapan dan memiliki kedudukan terhormat.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Jadi dengan demikian, tidak diragukan bahwa Islam telah tumbuh berkembang di Aceh, terutama di pesisirnya bersamaan dengan perkembangannya di semenanjung Arabia dan Parsia. Penyiaran ini utamanya dilakukan para pedagang Muslim asal Aceh yang bergagang ke Arab, ataupun pedagang Arab, Persia, India, Cina atau lainnya yang memang telah hilir mudik antara Dunia Arab Mesir sampai ke Tiongkok Cina melalui sebuah daerah yang oleh Claudius Ptolemaeus, disebut bernama ”</span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Barousai”</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">, yang tidak diragukan maksudnya adalah Barus di dekat Lamuri wilayah Aceh.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote54anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote54sym"><sup>liv</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">Penyebaran Islam juga dilakukan oleh para diplomat yang di utus para Khalifah yang menggantikan kedudukan Nabi Muhammad, terutama di zaman Khalifah Umar bin Khattab yang terbukti telah mengutus beberapa orang shahabat ke Cina yang meninggal di sana. Di samping untuk berdakwah tentu untuk memberikan sebuah tawaran umum para Khalifah kepada semua Raja: ”Engkau memeluk Islam, artinya bersaudara dengan kami, jika tidak engkau membayar jizyah sebagai tanda ketundukan pada Islam, jika engkau menolak keduanya, berarti akan terjadi peperangan, karena sabda Nabi saw : ”</span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Aku diperintah memerangi manusia pembangkang sehingga mereka mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya”.</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Cina menjadi salah satu tujuan dakwah Islam, karena pada masa itu Cina sudah menjadi salah satu Kerajaan besar. Tentu sebelum sampai ke Cina, para diplomat itu akan singgah di sekitar pesisir pantai Sumatra dan mencari perkampungan Arab dengan komunitasnya.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Sejak dahulu perdagangan antara negara-negara Timur dengan Timur Tengah dan Eropa berlangsung lewat dua jalur: jalur darat dan jalur laut. Jalur darat, yang juga disebut ”jalur sutra” (</span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>silk road)</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">, dimulai dari Cina Utara lewat Asia Tengah dan Turkistan terus ke Laut Tengah. Jalur perdagangan ini, yang menghubungkan Cina dan India dengan Eropa, merupakan jalur tertua yang sudah di kenal sejak 500 tahun sebelum Masehi. Sedangkan jalan laut dimulai dari Cina (Semenanjung Shantung) dan Indonesia, melalui Selat Malaka ke India; dari sini ke Laut Tengah dan Eropa, ada yang melalui Teluk Persia dan Suriah, dan ada juga yang melalui Laut Merah dan Mesir. Diduga perdagangan lewat laut antara Laut Merah, Cina dan Indonesia sudah berjalan sejak abad pertama sesudah Masehi.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote55anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote55sym"><sup>lv</sup></a></span></span></sup></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Akan tetapi, karena sering terjadi gangguan keamanan pada jalur perdagangan darat di Asia Tengah, maka sejak tahun 500 Masehi perdagangan Timur-Barat melalui laut (Selat Malaka) menjadi semakin ramai. Lewat jalan ini kapal-kapal Arab, Persia dan India telah mondar mandir dari Barat ke Timur dan terus ke Negeri Cina dengan menggunakan angin musim, untuk pelayaran pulang pergi. Juga kapal-kapal Sumatra telah mengambil bagian dalam perdagangan tersebut. Pada zaman Sriwijaya, pedagang-pedagangnya telah mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai timur Afrika.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote56anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote56sym"><sup>lvi</sup></a></span></span></sup></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Ramainya lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, telah menumbuhkan kota-kota pelabuhan yang terletak di bagian ujung utara Pulau Sumatra. Perkembangan perdagangan yang semakin banyak di antara Arab, Cina dan Eropa melalui jalur laut telah menjadikan kota pelabuhan semakin ramai, termasuk di wilayah Aceh yang diketahui telah memiliki beberapa kota pelabuhan yang umumnya terdapat di beberapa delta sungai. Kota-kota pelabuhan ini dijadikan sebagai kota transit atau kota perdagangan.</span></span><sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdendnoteanc" name="sdendnote57anc" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote57sym"><sup>lvii</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Maka berdasarkan fakta sejarah ini pulalah, keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa Aceh yang diperkirakan berdiri pada abad ke 7 Masehi dan berada disekitar Kabupaten Bireuen sekarang menjadi sangat logis. Sebagaimana kerajaan-kerajaan purba pra-Islam yang banyak terdapat di sekitar pulau Sumatra, Kerajaan Jeumpa juga tumbuh dari pemukiman-pemukiman penduduk yang semakin banyak akibat ramainya perdagangan dan memiliki daya tarik bagi kota persinggahan. Melihat topografinya, Kuala Jeumpa sebagai kota pelabuhan memang tempat yang indah dan sesuai untuk peristirahatan setelah melalui perjalanan panjang. </span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Kerajaan Jeumpa Aceh, berdasarkan </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Ikhtisar Radja Jeumpa</i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> yang di tulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa adalah sebuah Kerajaan yang benar keberadaannya pada sekitar abad ke 7 Masehi yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet. Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke ”Pintou Rayeuk” (pintu besar).</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Menurut silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa dipimpin oleh seorang Pangeran dari Parsia (India Belakang ?) yang bernama Syahriansyah Salman atau Sasaniah Salman yang kawin dengan Puteri Mayang Seulodong dan memiliki beberapa anak, antara lain Syahri Poli, Syahri Tanti, Syahri Nuwi, Syahri Dito dan Makhdum Tansyuri yang menjadi ibu daripada Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak yang berdiri pada tahun 805 Masehi. Menurut penelitian Sayed Dahlan al-Habsyi, Syahri adalah gelar pertama yang digunakan keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum menggunakan gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku dan lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahribanun, anak Maha Raja Parsia terakhir yang ditaklukkan Islam.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Sampai saat ini, penulis belum menemukan silsilah keturunan Pengeran Salman ke atas, apakah beliau termasuk dari keturunan Nabi Muhammad saw atau keturunan raja-raja Parsia. Karena di silsilah yang dikeluarkan Kesultanan Brunei dan Kesultanan Sulu tidak disebutkan. Namun menurut pengamatan pakar sejarah Aceh, Sayed Hahlan al-Habsyi, beliau adalah termasuk keturunan Sayyidina Husein ra. Karena (i) beliau memberikan gelar Syahri kepada anak-anaknya, yang jelas menunjuk kepada moyangnya (ii) beliau mengawinkan anak perempuannya dengan cucu Imam Ja’far Sadiq, yang menjadi tradisi para Sayid sampai saat ini (iii) anak beliau, Syahri Nuwi adalah patron dari rombongan Nakhoda Khalifah, bahkan ada yang menganggap kedatangan rombongan ini atas permintaan Syahri Nuwi untuk mengembangkan kekuatan Ahlul Bayt atau keturunan Nabi saw di Nusantara setelah mendapat pukulan di Arab dan Parsia. Itulah sebabnya, hubungan Syahri Nuwi dengan rombongan Nakhoda Khalifah yang bermazhab Syi’ah sangat dekat dan menganggap mereka sebagai bagian keluarga. </span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Yang perlu dicermati, kenapa Pangeran Salman al-Parsi memilih kota kecil di wilayah Jeumpa sebagai tempat mukimnya, dan tidak memilih kota metropolitan seperti Barus, Fansur, Lamuri dan sekitarnya yang sudah berkembang pesat dan menjadi persinggahan para pedagang manca negara? Ada beberapa kemungkinan, (i) beliau diterima dengan baik oleh masyarakat Jeumpa dan memutuskan tinggal di sana, (ii) beliau merasa nyaman dan sesuai dengan penguasa (meurah), (iii) keinginan untuk mengembangkan wilayah ini setingkat Barus, Lamuri dan lainnya dan (iv) menghindar dari pandangan penguasa.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Alasan terakhir ini, mungkin dapat diterima sebagai alasan utama. Mengingat Pangeran Salman adalah salah seorang pelarian politik dari Parsia yang tengah bergejolak akibat peperangan antara Keturunan Nabi saw yang didukung pengikut Syiah dengan Penguasa Bani Abbasiah masa itu (tahun 150an Hijriah). Beliau bersama para pengikut setianya memilih ujung utara pulau Sumatera sebagai tujuan karena memang daerah sudah terkenal dan sudah terdapat banyak pemeluk Islam yang mendiami perkampungan-perkampungan Arab atau Persia. Kemungkinan Jeumpa adalah salah satu pemukiman baru tersebut. Untuk menghindari pengejaran itulah, beliau memilih daerah pinggiriran agar tidak terlalu menyolok. Itulah sebabnya, Pangeran Salman juga dikenal dengan nama-nama lainnya, seperti Meurah Jeumpa, atau ada yang mengatakan beliau sebagai Abdullah.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"> Di bawah pemerintahan Pangeran Salman, Kerajaan Islam Jeumpa berkembang pesat menjadi sebuah kota baru yang memiliki hubungan luas dengan Kerajaan-Kerajaan besar lainnya. Potensi, karakter, pengetahuan dan pengalaman Pangeran Salman sebagai seorang bangsawan calon pemimpin di Kerajaan maju dan besar seperti Persia yang telah mendapat pendidikan khusus sebagaimana lazimnya Pangeran Islam, tentu telah mendorong pertumbuhan Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu pusat pemerintahan dan perdagangan yang berpengaruh di sekitar pesisir utara pulau Sumatra. Jeumpa sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara memperluas hubungan diplomatik dan perdagangannya dengan Kerajaan-Kerajaan lainnya, baik di sekitar Pulau Sumatera atau negeri-negeri lainnya, terutama Arab dan Cina. Banyak tempat di sekitar Jeumpa berasal dari bahasa Parsi, yang paling jelas adalah </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i><b>Bireuen, </b></i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">yang artinya kemenangan, sama dengan makna Jayakarta, asal nama Jakarta yang didirikan Fatahillah, yang dalam bahasa Arab semakna, </span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE"><i>Fath mubin, </i></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span lang="sv-SE">kemenangan yang nyata. </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Untuk mengembangkan Kerajaannya, Pangeran Salman telah mengangkat anak-anaknya menjadi Meurah-Meurah baru. Ke wilayah barat, berhampiran dengan Barus-Fansur-Lamuri yang sudah berkembang terlebih dahulu, beliau mengangkat anaknya, Syahri Poli menjadi Meurah mendirikan Kerajaan Poli yang selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Pidie. Ke sebelah timur, beliau mengangkat anaknya Syahr Nawi sebagai Meurah di sebuah kota baru bernama Perlak pada tahun 804. Namun dalam perkembangannya, Kerajaan Perlak tumbuh pesat menjadi kota pelabuhan baru terutama setelah kedatangan rombongan keturunan Nabi yang dipimpin Nakhoda Khalifah berjumlah 100 orang. Syahr Nuwi mengawinkan adiknya Makhdum Tansyuri dengan salah seorang tokoh rombongan tersebut bernama Ali bin Muhammad bin Jafar Sadik, cicit kepada Nabi Muhammad saw.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sayyid Abdul Aziz, dan pada 1 Muharram 225 H atau tahun 840 M dilantik menjadi Raja dari Kerajaan Islam Perlak dengan gelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Melalui jalur perkawinan ini, hubungan erat terbina antara Kerajaan Islam Jeumpa dengan Kerajaan Islam Perlak. Karena wilayahnya yang strategis Kerajaan Islam Perlak akhirnya berkembang menjadi sebuah Kerajaan yang maju menggantikan peran dari Kerajaan Islam Jeumpa.</span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:85%;">Setelah tampilnya Kerajaan Islam Perlak sebagai pusat pertumbuhan perdagangan dan kota pelabuhan yang baru, peran Kerajaan Islam Jeumpa menjadi kurang menonjol. Namun demikian, Kerajaan ini tetap eksis, yang mungkin berubah fungsi sebagai sebuah kota pendidikan bagi kader-kader ulama dan pendakwah Islam. Karena diketahui bahwa Puteri Jeumpa yang menjadi ibunda Raden Fatah adalah keponakan dari Sunan Ampel. Berarti Raja Jeumpa masa itu bersaudara dengan Sunan Ampel. Sementara Sunan Ampel adalah keponakan dari Maulana Malik Ibrahim, yang artinya kakek, mungkin kakek saudara dari Puteri Jeumpa. Maka dari hubungan ini dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa, para wali memiliki hubungan dengan Kerajaan Jeumpa yang boleh jadi Jeumpa masa itu menjadi pusat pendidikan bagi para ulama dan pendakwah Islam Nusantara. Namun belum ditemukan data tentang masalah ini. </span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Setelah berdirinya beberapa Kerajaan Islam baru sebagai pusat Islamisasi Nusantara seperti Kerajaan Islam Perlak (840an) dan Kerajaan Islam Pasai (1200an), Kerajaan Islam Jeumpa yang menjalin kerjasama diplomatik tetap memiliki peran besar dalam Islamisasi Nusantara, khususnya dalam penaklukkan beberapa kerajaan besar Jawa-Hindu seperti Majapahit misalnya. Di kisahkan bahwa Raja terakhir Majapahit, Brawijaya V memiliki seorang istri yang berasal dari Jeumpa (Champa), yang menurut pendapat Raffless berada di wilayah Aceh dan bukan di Kamboja sebagaimana difahami selama ini. Puteri cantik jelita yang terkenal dengan nama Puteri Jeumpa (Puteri Champa) ini adalah anak dari salah seorang Raja Muslim Jeumpa yang juga keponakan dari pemimpin para Wali di Jawa, Sunan Ampel dan Maulana Malik Ibrahim. Mereka adalah para Wali keturunan Nabi Muhammad yang dilahirkan, dibesarkan dan dididik di wilayah Aceh, baik Jeumpa, Perlak, Pasai, Kedah, Pattani dan sekitarnya. Dan merekalah konseptor penaklukan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dengan gerakannya yang terkenal dengan sebutan Wali Songo atau Wali Sembilan. Perkawinan Puteri Muslim Jeumpa Aceh dengan Raja terakhir Majapahit melahirkan Raden Fatah, yang dididik dan dibesarkan oleh para Wali, yang selanjutnya dinobatkan sebagai Sultan pada Kerajaan Islam Demak, yang ketahui sebagai Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Kehadiran Kerajaan Islam Demak inilah yang telah mengakhiri riwayat kegemilangan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit. </span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="text-indent: 0.5in; line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Times New Roman,serif;">Sejarah ini dapat diartikan sebagai keberhasilan strategi Kerajaan Islam Jeumpa Aceh yang kala itu sudah berafiliasi dengan Kerajaan Islam Pasai yang telah menggantikan peranan Kerajaan Islam Perlak dalam menaklukkan dan mengalahkan sebuah kerajaan besar Jawa-Hindu Majapahit dan mengakhiri sejarahnya dan menjadikan pulau Jawa sebagai wilayah kekuasaan Islam di bawah Kerajaan Islam Demak yang dipimpin oleh Raden Fatah, yang ibunya berasal dari Kerajaan Jeumpa di Aceh. Jadi dapat dikatakan bahwa, Kerajaan Jeumpa Acehlah yang telah mengalahkan dominasi Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dengan strategi penaklukan lewat perkawinan yang dilakukan oleh para Wali Sembilan, yang memiliki garis hubungan dengan Jeumpa, Perlak, Pasai ataupun Kerajaan Aceh Darussalam. </span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="western" style="line-height: 100%; text-align: justify;" lang="sv-SE"><span style="font-family:Times New Roman,serif;"> Setelah Kerajaan Islam Perlak yang berdiri pada tahun 805 Masehi tumbuh dan berkembang, maka pusat aktivitas Islamisasi nusantarapun berpindah ke wilayah ini. Dapat dikatakan bahwa Kerajaan Islam Perlak adalah kelanjutan atau pengembangan daripada Kerajaan Islam Jeumpa yang sudah mulai menurun peranannya. Namun secara diplomatik kedua Kerajaan ini merupakan sebuah keluarga yang terikat dengan aturan Islam yang mengutamakan persaudaraan. Apalagi para Sultan adalah keturunan dari Nabi Muhammad yang senantiasa mengutamakan kepentingan agama Islam di atas segala kepentingan duniawi dan diri mereka. Bahkan dalam silsilahnya, Sultan Perlak yang ke V berasal dari keturunan Kerajaan Islam Jeumpa.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote1"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote1sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote1anc">i</a><span style="font-size:85%;"> Masalah Islamisasi Nusantara, lihat misalnya : S.M.N. Al-Attas, “Prelimenary Statement on A General Theory of the Islamization”, dalam </span><span style="font-size:85%;"><i>Islamization of the Malay-Indonesia Archipelago, </i></span><span style="font-size:85%;">Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969,. </span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Risalah Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Medan: Panitia Seminar, 1963. T.D. Situmorang dan A. Teeuw, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Sejarah Melayu, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Jakarta: Balai Pustaka, 1958, hlm. 65-66. T. Ibrahim Alfian (ed). </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Kronika Pasai,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 1973, hlm. 100. Mohammad Said, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Aceh Sepanjang Abad,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Medan: Waspada, 1981. Teuku Iskandar, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>De Hikayat Atjeh, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(S-gravenhage: NV. De Nederlanshe Boek-en Steendrukkerij V. H.L. Smits, 1959). Husein Djajaningrat, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Kesultanan Aceh: Suatu Pembahasan Tentang Sejarah Kesultanan Aceh Berdasarkan Bahan-bahan Yang Terdapat Dalam Karya Melayu, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Teuku Hamid (terj.) (Banda Aceh: Depdikbud DI Aceh. 1983). Siti Hawa Saleh (edt), </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Bustanus as-Salatin,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992). Denys Lombard, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Kerajaan Aceh, Jaman Sultan Iskandar Muda 1607-1636,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> (terj), (Jakarta: Balai Pustaka,1992).</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i> </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">C. Snouck Hurgronje, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Een- Mekkaansh Gezantscap Naar Atjeh in 1683”,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> BKI 65, (1991). Azyumardi Azra, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 196. A. Hasymi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>59 Aceh Merdeka Dibawah Pemerintah Ratu </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">(Jakarta: Bulan Bintang, 1997).</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote2"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote2sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote2anc">ii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Azra, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>op.cit. </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">hal. 28</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote3"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote3sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote3anc">iii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Al-Attas, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>op.cit.</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> hal. 54-55</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote4"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote4sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote4anc">iv</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Azra, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>op.cit. </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">hal.30</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote5"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote5sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote5anc">v</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Ahmad Mansur Suryanegara, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">; Bandung; Mizan; 1995; hal. 81.</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote6"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote6sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote6anc">vi</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Op.cit, </i></span><span style="font-size:85%;">hal. 92-93</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote7"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote7sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote7anc">vii</a><span style="font-size:85%;"> A. Hasymi, </span><span style="font-size:85%;"><i>Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia</i></span><span style="font-size:85%;">: Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh, Bandung:al-Ma'arif, 1993, cet. 3, , hal. 7; . lihat juga A. Hasymi, </span><span style="font-size:85%;"><i>Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, </i></span><span style="font-size:85%;">Jakarta: Bulan Bintang, 1990. hal.146. </span> </p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote8"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote8sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote8anc">viii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> N.J. Krom, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Zaman Hindu,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> terjemahan Arief Effendi, Jakarta: Pembangunan, 1956, hal. 10-12. (Nicholaas Johannes Krom, “De Naam Sumatra”, </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, deel 100, 1941). </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="en">William Marsden, </span></span><em><span style="font-size:85%;"><span lang="en">The History of Sumatra</span></span></em><span style="font-size:85%;"><span lang="en">, Oxford University Press, Kuala Lumpur, cetak ulang 1975.</span></span><span style="font-size:85%;"> D.G.E. Hall, </span><span style="font-size:85%;"><i>A History of South East Asia, </i></span><span style="font-size:85%;">London: Macmillan & Co. Ltd., 1960, hlm. 1-5. </span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">D.H. Burger dan Prajudi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm. 15.</span></span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote9"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote9sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote9anc">ix</a><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> D.H.Burger dan Prajudi, </span></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia,</i></span></span></span><span style="font-family:Times New Roman,serif;"><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm. 15.)</span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote10"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote10sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote10anc">x</a><span style="font-size:85%;"> M.A.P. Meilink-Roelofsz, </span><span style="font-size:85%;"><i>Asian Trade and European Influence in the Indonesia Archipelago.</i></span><span style="font-size:85%;"> The Hague: Martinus Nijhoff, 1962, hlm. 345 (catatan 122)</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote11"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote11sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote11anc">xi</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">Peter Bellwood, </span><span style="font-size:85%;"><i>Man’s Conquest of the Pacific. The Prehistory of Southeast Asia and Oceania</i></span><span style="font-size:85%;">, </span><span style="color: rgb(0, 43, 184);"><span style="text-decoration: none;"><u><a href="http://www.groups.or.id/wikipedia/id/n/e/w/New_York_3da4.html"><span style="font-size:85%;">New York</span></a></u></span></span><span style="font-size:85%;">: Oxford University Press. 1979. Peter Bellwood, </span><span style="font-size:85%;"><i>Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago</i></span><span style="font-size:85%;">, Orlando, Florida: Academic Press. 1985.</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote12"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote12sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote12anc">xii</a><span style="font-size:85%;"> Tibbetts; </span><span style="font-size:85%;"><i>Pre Islamic Arabia and South East Asia</i></span><span style="font-size:85%;">, JMBRAS, 19 pt. 3, 1956, hal. 207. Dr. Ismail Hamid </span><span style="font-size:85%;"><i>“Kesusastraan Ind</i></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>onesia Lama Bercorak Islam”</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> .Jakarta: Pustaka Al-Husna cet. 1, 1989, hal. 11).</span></span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote13"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote13sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote13anc">xiii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Prof. Dr. HAMKA, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Dari Perbendaharaan Lama</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">; Jakrta: Pustaka Panjimas; cet.III; 1996; Hal. 4-5.</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote14"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote14sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote14anc">xiv</a><span style="font-size:85%;"> Lihat: W.P. Groeneveldt, </span><span style="font-size:85%;"><i>Historical Notes on Indonesia & Malaya Compiled from Chinese Source, </i></span><span style="font-size:85%;">Jakarta: Bharata, 1960. B. Schrieke, </span><span style="font-size:85%;"><i>Indonesian Sociological Studies, </i></span><span style="font-size:85%;">Part Two, The Hauge-Bandung: W. Van Hoeve Ltd, 1957, .Ma Huan, </span><span style="font-size:85%;"><i>Ying-yai Sheng-lan, </i></span><span style="font-size:85%;">terjemahan dan edisi J.V.G. Mills, Hakluyt Society, 1970,</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote15"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote15sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote15anc">xv</a><span style="font-size:85%;"> F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), </span><span style="font-size:85%;"><i>Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries,</i></span><span style="font-size:85%;"> St.Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159.</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote16"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote16sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote16anc">xvi</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Lihat: artikel </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>"Kafur"</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, A. Dietrich, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Ensiklopedia Islam</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> (E.I) 2 hal: 435-436.</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote17"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote17sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote17anc">xvii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">W. Heyd, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Histoire du commerce du Levant [Sejarah Pergadangan di Kawasan Syria-Libanon]</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, edisi Prancis yang disusun kembali oleh Furcy Raynand, Amsterdam: Adolf M, Hakkert, 1967, tambahan I, hal 590).</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote18"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote18sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote18anc">xviii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Ibn Baytar, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Traite des Simples par Ibn el-Beithar</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Terj. </span></span><span style="font-size:85%;">Dr. L. Leclerc, 3 jil. –Paris: 1881-1887.</span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote19"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote19sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote19anc">xix</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">G. Celentano, L.V. Vaglieri, </span><span style="font-size:85%;"><i>"Trois Epitres d'al-Kindi: textes et traduction avec XIX plaches facsimile des trois epitres"</i></span><span style="font-size:85%;">, dalam Annali dell Istituto universitario Orientale di Nipoli, jil 34, buku 3 (1974) hal 523-562.</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote20"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote20sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote20anc">xx</a><span style="font-size:85%;"> Tibbetts, </span><span style="font-size:85%;"><i>Arabic Texts</i></span><span style="font-size:85%;">, hal. 27-28.</span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote21"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote21sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote21anc">xxi</a><span style="font-size:85%;"> Wolters, Early Indonesian Commerce, hal. 178) </span></span></span> </p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote22"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote22sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote22anc">xxii</a><span style="font-size:85%;"> Tibbetts, </span><span style="font-size:85%;"><i>Arabic Texts, </i></span><span style="font-size:85%;">hal. 30 </span> </p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote23"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote23sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote23anc">xxiii</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Ibid</i></span><span style="font-size:85%;">, hal. 37-38</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote24"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote24sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote24anc">xxiv</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Ibid, </i></span><span style="font-size:85%;">hal. 44-45</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote25"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote25sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote25anc">xxv</a><span style="font-size:85%;"> K. A. Nilakanta Sastri, </span><span style="font-size:85%;"><i>History of Srivijaya</i></span><span style="font-size:85%;"> (Madras: University of Madras, 1949), hal. 80, 81.</span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote26"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote26sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote26anc">xxvi</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Almut Netolitzky, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Das Ling-wai Tai-ta von Chou-chu-fei,(</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Weisbaden: Heiner Verlag, 1977), hal. 40-41)</span></span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote27"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote27sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote27anc">xxvii</a><span style="font-size:85%;"> Friedrich Hirth and W. W. Rockhill, </span><span style="font-size:85%;"><i>Chau Ju-kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries</i></span><span style="font-size:85%;">, Entitled Chu-fan-chi (St. Petersburg: Imperial Academy of Sciences, 1911), hal. 72).</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote28"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote28sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote28anc">xxviii</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Ibid, </i></span><span style="font-size:85%;">hal.114</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote29"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote29sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote29anc">xxix</a><span style="font-size:85%;"> Henry Yule and Henri Cordier, </span><span style="font-size:85%;"><i>The Book of Ser Marco Polo</i></span><span style="font-size:85%;">, 2 vols. (Reprint, Amsterdam: Philo Press, 1975), 2:299)</span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote30"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote30sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote30anc">xxx</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Ibid, </i></span><span style="font-size:85%;">hal. 300</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote31"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote31sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote31anc">xxxi</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>ibid</i></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote32"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote32sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote32anc">xxxii</a><span style="font-size:85%;"> Th. C. Th. Pigeaud, </span><span style="font-size:85%;"><i>Jam in the Fourteenth Century</i></span><span style="font-size:85%;">, 5 vols. (The Hague: Nyhoff, I960), 1:11</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote33"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote33sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote33anc">xxxiii</a><span style="font-size:85%;"> Mills, </span><span style="font-size:85%;"><i>Ma Huan</i></span><span style="font-size:85%;">, hal 122-123.</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote34"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote34sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote34anc">xxxiv</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Ibid, </i></span><span style="font-size:85%;">hal. 123-124</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote35"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote35sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote35anc">xxxv</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>ibid</i></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote36"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote36sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote36anc">xxxvi</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> T. Iskandar, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Hikayat Atjeh,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> op.cit. hal. 17</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote37"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote37sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote37anc">xxxvii</a><span style="font-size:85%;"> Friedrich Hirth and W. W. Rockhill, </span><span style="font-size:85%;"><i>Chau Ju-kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries</i></span><span style="font-size:85%;">, Entitled Chu-fan-chi (St. Petersburg: Imperial Academy of Sciences, 1911), hal. 72). W.P. Groeneveldt, </span><span style="font-size:85%;"><i>Historical Notes on Indonesia & Malaya Compiled from Chinese Source, </i></span><span style="font-size:85%;">Jakarta: Bharata, 1960, hlm. 280.</span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote38"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote38sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote38anc">xxxviii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> N.J. Krom, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Zaman Hindu,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> terjemahan Arief Effendi, Jakarta: Pembangunan, 1956, hal. 10-12. </span></span><span style="font-size:85%;">D.G.E. Hall, </span><span style="font-size:85%;"><i>A History of South East Asia, </i></span><span style="font-size:85%;">London: Macmillan & Co. Ltd., 1960, hlm. 1-5. </span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">D.H. Burger dan Prajudi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm. 15.</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote39"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote39sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote39anc">xxxix</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Lebih terinci lihat misalnya : Dr. Subhi Shaleh, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, tt. Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>al-Tibyan fi ‘ulum al-Qur’an, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Damsyik : Maktabah al-Ghazaly, Thabaah Tsalist, 1981. Dr. M. Ali al-Hasan, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>al-Manar fi ‘ulum al-Qur’an, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Amman : Matbaah al-Syuruq, 1983. Dr. Shabir Thayyimah, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Hazha al-Qur’an, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Bairut : Dar al-Jiil, 1989. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>al-wahy al-Muhammady, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Bairut : Dar al-Fiqr, 1968.</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote40"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote40sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote40anc">xl</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Karel Steenbrink, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Pondok Pesantren,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Jakarta: LP3ES, </span></span> </p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote41"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote41sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote41anc">xli</a><span style="font-size:85%;"> Sir Thomas Stamford Raffles, </span><span style="font-size:85%;"><i>The History of Java, from the earliest Traditions till the establisment of Mahomedanism</i></span><span style="font-size:85%;">. Published by John Murray, Albemarle-Street. 1830. Vol II, 2nd Ed, Chap X, hal. 74. 122</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote42"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote42sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote42anc">xlii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> JJ. Meinsma,. </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. S'Gravenhage, 1903</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote43"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote43sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote43anc">xliii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Lihat :Umar Hasyim, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Riwayat Maulana Malik Ibrahim</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Semarang:Menara Kudus. </span></span><span style="font-size:85%;">1980.</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote44"> <p class="western" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in; line-height: 100%;"> <span style="font-family:Liberation Serif,serif;"><span style="font-size:100%;"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote44sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote44anc">xliv</a><span style="font-size:85%;"> (Lihat misalnya: D.R. SarDesai,</span><span style="font-size:85%;"><i>Vietnam,</i></span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Trials and Tribulations of a Nation.</i></span><span style="font-size:85%;"> 1988. ppg 33-34,. David P. Chandler, </span><span style="font-size:85%;"><i>A History of Cambodia</i></span><span style="font-size:85%;"> (Boulder: Westview Press, 1992.) George F. Hourani "</span><span style="font-size:85%;"><i>Arab Seafaring</i></span><span style="font-size:85%;">" Princeton University Press, New Jersey, 1979. Nicholas Tarling, </span><span style="font-size:85%;"><i>"The Cambridge History of Southeast Asia" </i></span><span style="font-size:85%;">vol.1 Cambridge University Press, Cambridge, 1992. </span><span style="font-size:85%;"><span lang="en">Lafont, P. B., </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="en"><i>"Aperçu sur les relations entre le Campa et l'Asie du Sud-Est,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="en">" Actes du Séminaire sur le Campa organisé à l'Université de Copenhague, le 23 mai 1978 (Paris: 1988b) hal. 71-82. </span></span><span style="font-size:85%;">Manguin Pierre Yves, </span><span style="font-size:85%;"><i>"Etudes cam II; l'introduction de l'Islam au Campa,</i></span><span style="font-size:85%;">" Bulletin de l'Ecole Française d'Extrême-Orient, Vol. LXVI (1979) hal.. 255-287.</span></span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote45"> <p class="sdendnote"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote45sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote45anc">xlv</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Lihat : Tun Suzanna Tun Hj.Othman dkk. </span></span><span style="font-size:85%;"><i>Dinast-Dinastii Quraysh (Hasyimy) di Alam Melayu, </i></span><span style="font-size:85%;">Johor:tt.</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote46"> <p class="sdendnote"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote46sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote46anc">xlvi</a><span style="font-size:85%;"> Lihat : Wan Muhammad Shagir Abdullah, </span><span style="font-size:85%;"><i>Syekh Muhammad Arifin Syah,</i></span><span style="font-size:85%;"> Utusan Melayu, 24 Juli 2006</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote47"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote47sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote47anc">xlvii</a><span style="font-size:85%;"> A.H. Johns, “Islam in Southeast Asia: Reflections and New Directions”, </span><span style="font-size:85%;"><i>Indonesia,</i></span><span style="font-size:85%;"> Cornell Modern Indonesia Project, 1975, no.19 (April). Hal. 8</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote48"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote48sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote48anc">xlviii</a><span style="font-size:85%;"> TD. Situmorang dan A. Teeuw, </span><span style="font-size:85%;"><i>Sejarah Melayu,</i></span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>op.cit. </i></span><span style="font-size:85%;">hal. 168-173</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote49"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote49sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote49anc">xlix</a><span lang="sv-SE"> </span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Lihat :Umar Hasyim, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Riwayat Maulana Malik Ibrahim</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. Semarang:Menara Kudus. 1980. Al-Murtadho, H. Sayid Husein, dan KH Abdullah Zaky Al-Kaaf, Drs. Maman Abd. Djaliel, 1999. </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Keteladanan Dan Perjuangan Wali Songo Dalam Menyiarkan Islam Di Tanah Jawa</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">. CV Pustaka Setia, Bandung. </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Nasab-Alwi (Ammu al-Faqih)</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, Situs Asyraaf Malaysia (Situs Persatuan Alawiyyin Malaysia) Martin van Bruinessen, 1994. </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">, Bijdragen tot de Taal- Land- en Volkenkunde 150. </span></span><span style="font-size:85%;">305-329</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote50"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote50sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote50anc">l</a><span style="font-size:85%;"> Lihat: Modus, No.15/Th.V/23-29 Juli 2007</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote51"> <p class="sdendnote"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote51sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote51anc">li</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Ibid</i></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote52"> <p class="sdendnote"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote52sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote52anc">lii</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Wan Huseein Azmi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Islam di Acheh,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Kuala Lumpur: UKM. </span></span> </p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote53"> <p class="sdendnote"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote53sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote53anc">liii</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>ibid</i></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote54"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote54sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote54anc">liv</a><span style="font-size:85%;"> D.G.E. Hall, </span><span style="font-size:85%;"><i>A History of South East Asia, </i></span><span style="font-size:85%;">London: Macmillan & Co. Ltd., 1960, hlm. 1-5. D.H. Burger dan Praj</span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">udi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, </i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE">Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm. 15. </span></span><span style="font-size:85%;">Ma Huan, </span><span style="font-size:85%;"><i>Ying-yai Sheng-lan, </i></span><span style="font-size:85%;">terjemahan dan edisi J.V.G. Mills, Hakluyt Society, 1970, hlm. 120. W.P. Groeneveldt, </span><span style="font-size:85%;"><i>Historical Notes on Indonesia & Malaya Compiled from Chinese Source, </i></span><span style="font-size:85%;">Jakarta: Bharata, 1960, hlm. 209. B. Schrieke, </span><span style="font-size:85%;"><i>Indonesian Sociological Studies, </i></span><span style="font-size:85%;">Part Two, The Hauge-Bandung: W. Van Hoeve Ltd, 1957, hlm. 17. </span> </p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote55"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote55sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote55anc">lv</a><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> D.H.Burger dan Prajudi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"><i>Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia,</i></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="sv-SE"> Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm. 15.</span></span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote56"> <p class="sdendnote" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"> <a class="sdendnotesym" name="sdendnote56sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote56anc">lvi</a><span style="font-size:85%;"> M.A.P. Meilink-Roelofsz, </span><span style="font-size:85%;"><i>Asian Trade and European Influence in the Indonesia Archipelago.</i></span><span style="font-size:85%;"> The Hague: Martinus Nijhoff, 1962, hlm. 345 (catatan 122)</span></p> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="sdendnote57"> <p class="sdendnote"><a class="sdendnotesym" name="sdendnote57sym" href="http://www.blogger.com/post-edit.do#sdendnote57anc">lvii</a><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Ibid</i></span></p> <p class="sdendnote"><br /></p> </div>Hilmy Bakarhttp://www.blogger.com/profile/10553574228151517432noreply@blogger.com10